Sabtu, 19 November 2016

pengembangan dan pengorganisasian masyarakat "strategi pemberdayaan individu"

2.1 Pengertian strategi Pemberdayaan Masyarakat
A. Pengertian Strategi
Ditinjau secara segi etimologi, kata strategi berasal dari Yunani yaitu Strategis yang mengambil dari kata strator yang berarti militer ag yang berati memimpin Pada konteks awalnya, strategi diartikan sebagai generalship atau siasat yang dilakukan oleh para jendral dalam membuat rencana untuk menaklukkan musuh dan memenangkan perang(Purnomodan Zulkiflimansyah, 1999) Arti lain dari kata strategi yang masih berasal dari Yunani, yaitu strategos yang berarti jendral (Steiner dan Minner, 2000). Strategi pada mulanya berasal dari peristiwa peperangan, yaitu sebagai suatu siasat untuk mengalahkan musuh Namun pada akhirnya strategi berkembang untuk semua kegiatan organisasi termasuk keperluan ekonomi, sosial, budaya dan agama(Rafi’udin dan Djalil,2001). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) disebutkan bahwa istilah strategi adalah suatu ilmu yang menggunakan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan tertentu.
Definisi lain mengenai strategi yang diberikan oleh para ahli, adalah sebagai berikut:
1.      Menurut Effendy (1999)
Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan.
2.      Menurut Chandler,1962 (dalam Supriyono,1985)
Strategi adalah penentuan dasar goals jangka panjang dan tujuan pemberdayaan masyarakat serta pemakaian cara cara bertindak dan alokasi sumber-sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
3.      Menurut Siagian, S(1986)
Strategi adalah cara yang terbaik untuk mempergunakan dana, daya dan tenaga yang tersedia, sesuai dengan tuntutan perubahan lingkungan. Dari pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan tentang strategi yaitu:
a. Strategi merupakan suatu kesatuan rencana yang terpadu, yang dipergunakan untuk mencapai tujuan organisasi.
b. Penyusunanstrategi perlu dihubungkan dengan lingkungan organisasi, sehingga dapat disusun kekuatan strategi organisasi.
c.Pencapaian tujuan organisasi, memerlukan alternatif strategi ya


B.Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah upaya pemberian daya atau peningkatan keberdayaan, sedangkan Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya untuk memampukan dan memandirikan masyarakat agar mampu berpartisipasi aktif dalam segala aspek pembangunan. Secara konseptual, pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Secara lebih  luas, pemberdayaan masyarakat adalah upaya mengajak masyarakat untuk belajar dan berbuat bersama mencermati persoalan-persoalan kehidupan dan penghidupannya dalam rangka proses pencerdasan masyarakat serta menumbuh kembangkan kemampuan masyarakat untuk memahami dan memecahkan berbagai  persoalan kehidupannya secara kreatif.
            Pemberdayaan masyarakat tidak hanya mengembangkan potensi ekonomi masyarakat, tetapi juga harkat dan martabat, rasa percaya diri dan harga dirinya, terpeliharanya tatanan nilai budaya setempat. Pemberdayaan sebagai konsep sosial budaya yang implementatif dalam pembangunan yang berpusat pada masyarakat, tidak saja menumbuhkan dan mengembangkan nilai tambah ekonomi tetapi juga nilai tambah sosial dan budaya.
Jika dilihat dari proses operasionalisasinya, maka ide pemberdayaan memiliki dua kecenderungan, antara lain : pertama,  kecenderungan primer, yaitu kecenderungan proses yang memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan (power) kepada masyarakat atau individu menjadi lebih berdaya.  Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi; dan kedua, kecenderungan sekunder, yaitu kecenderungan yang menekankan pada proses memberikan stimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. 
Beberapa pandangan tentang pemberdayaan masyarakat, antara lain sebagai berikut  : (Ife, 1996:59)
1.  Struktural, pemberdayaan merupakan upaya pembebasan, transformasi struktural secara fundamental, dan eliminasi struktural atau sistem yang oppressive.
2.  Pluralis, pemberdayaan sebagai upaya meningkatkan daya sesorang atau sekelompok orang untuk dapat bersaing dengan kelompok lain dalam suatu ’rule of the game’ tertentu.
3. Elitis, pemberdayaan sebagai upaya mempengaruhi elit, membentuk aliniasi dengan elit-elit tersebut, serta berusaha melakukan perubahan terhadap praktek-praktek dan struktur yang elitis.
4. Post-Strukturalis, pemberdayaan merupakan upaya mengubah diskursus serta menghargai subyektivitas dalam pemahaman realitas sosial.
Hakikat dari konseptualisasi empowerment berpusat pada manusia dan kemanusiaan, dengan kata lain manusia dan kemanusiaan sebagai tolok ukur normatif, struktural, dan substansial. Dengan demikian konsep pemberdayaan sebagai upaya membangun eksistensi pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, pemerintah, negara, dan tata dunia di dalam kerangka proses aktualisasi kemanusiaan yang adil dan beradab.
Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people centred, participatory, empowering, and sustainable” (Chambers, 1995). Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan di masa yang lalu. Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang antara lain oleh Friedman (1992) disebut sebagai alternative development, yang menghendaki ‘inclusive democracy, appropriate economic growth, gender equality and intergenerational equaty”.(Ginanjar K., “Pembangunan Sosial dan Pemberdayaan : Teori, Kebijaksanaan, dan Penerapan”, 1997:55)  
Konsep pemberdayaan masyarakat ini muncul karena adanya kegagalan sekaligus harapan. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya model-model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan lingkungan yang berkelanjutan. Sedangkan harapan, muncul karena adanya alternatif pembangunan yang memasukkan nilai-nilai demokrasi, persamaan gender, dan pertumbuhan ekonomi yang memadai.
Dalam upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu ;
Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena jika demikian akan sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong, memotivasikan, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.
Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi berdaya. Dalam rangka pemberdayaan ini, upaya yang sangat substansial adalah peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar. Masukan berupa pemberdayaan ini menyangkut pembangunan prasarana dan sarana dasar fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, maupun sosial seperti sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan, yang dapat dijangkau oleh masyarakat pada lapisan paling bawah, serta ketersediaan lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan, dan pemasaran di perdesaan, dimana terkonsentrasi pada penduduk yang keberdayaannya amat kurang. Untuk itu, perlu ada program khusus bagi masyarakat yang kurang berdaya, karena program-program umum yang berlaku tidak selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini.
Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern, seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, dan kebertanggungjawaban adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan ini. Demikian pula pembaharuan institusi-institusi sosial dan pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya. Yang terpenting disini adalah peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan, pengamalan demokrasi. Friedman (1992) menyatakan “The empowerment approach, which is fundamental to an alternative development, places the emphasis an autonomy in the decision marking of territorially organized communities, local self-reliance (but not autarchy), direct (participatory) democracy, and experiential social learning.
Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurang-berdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru akan mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Karena, pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat dipertukarkan dengan pihak lain). Dengan demikian tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan.     

2.2 Bimbingan dan Konseling
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling berasal dari dua kata yaitu bimbingan dan konseling. Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance yang didalamnya terkandung beberapa makna. Sertzer & Stone (1966:3) menemukakan bahwa guidance berasal kata guide yang mempunyai arti to direct, pilot, manager, or steer (menunjukkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan).
M. Surya (1988: 12) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian atau layanan bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan. Sedangkan menurut Oemar Hamalik (2000: 193) bimbingan ialah penolong individu agar dapat mengenal dirinya dan supaya individu itu dapat mengenal serta dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi di dalam kehidupannya.
Dari dua pendapat di atas dapat ditarik sebuah inti sari bahwa bimbingan dalam merupakan suatu bentuk bantuan yang diberikan kepada individu agar dapat mengembangkan kemampuannya secara optimal mungkin, dan membantu siswa agar memahami dirinya (self understandng), menerima dirinya (self acceptance), mengarahkan dirinya (self direction), dan merealisasikan dirinya (self realization). Konseling adalah proses pemberian yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli kepada individu yang mengalami suatu masalah yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien (Prayitno, 1997: 106). Sedangkan menurut MunginEddy Wibowo 91986: 39) konseling merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada seseorang supaya dia memperoleh konsep diri sendiri, untuk dimanfaatkan olehnya dan memperbaiki tingkah lakunya pada masa yang akan datang.
 Prayitno dan Erman Amti (2004:99) mengemukakan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
 Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa bimbingan pada prinsipnya adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Konseling menurut Prayitno dan Erman Amti (2004:105) adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Sejalan dengan itu, Winkel (2005:34) mendefinisikan konseling sebagai serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.
Konseling adalah pemberian bimbingan oleh yang ahli kepada seseorang dengan menggunakan metode psikologi. ( Adi Gunawan:2003). Konseling adalah proses pemberian yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien (Prayitno, 1997:106).
Berdasarkan pengertian konseling di atas dapat dipahami bahwa konseling adalah usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus. Dengan kata lain, teratasinya masalah yang dihadapi oleh konseli/klien.
Jadi, bimbingan dan konseling itu sendiri merupakan suatu bentuk layanan bantuan yang diberikan kepada individu agar dapat mengembangkan kemampuannya seoptimal mungkin, dan membantu peserta didik agar memahami dirinya (self understanding), menerima dirinya (self acceptance), mengarahkan dirinya (self direction), dan merealisasikan dirinya (self realization) untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi di dalam kehidupannya yang dilakukan oleh ahlinya atau konselor.
Secara umum prinsip-prinsip manajemen pelayanan BK meliputi perencanaan (planning),  pengorganisasian (organizing), penyusunan personalia (staffing), pengarahan dan kepempinan (leading), dan pengawasan (controlling).
a.  Perencanaan (planning)
Pelayanan bimbingan dan konseling sebagai suatu proses kegiatan, membutuhkan perencanaan yang matang dan sistematis dari mulai penyusunan program hingga pelaksanaannya. Agar pelayanan bimbingan dan konseling memperoleh hasil sesuai tujuan yang telah dirumuskan.
b.  Pengorganisasian (organizing)
Berkenaan dengan pelayanan bimbingan tersebut dikelola dan diorganisir. Sistem pengorganisasi pelayanan bimbingan dan konseling bisa diketahui dari struktur organisasi sekolah tersebut. Organisasinya terdiri atas koordinator, anggota, dan staf administrasi.
c. Penyusunan personalia (staffing)
Bagaimana para personalia ditetapkan, disusun, dan diadakan pembagian tugas (job description), agar dalam pelaksanaannya menjadi efektif dan efisien sehingga tujuan dapat dicapai dengan baik.
d. Pengarahan dan kepempinan (leading)
Berkenaan dengan mengarahkan dan memimpin para personalia sehingga bekerja sesuai dengan job atau bidang tugasnya masing-masing, agar aktivitas pelayanan menjadi terarah pada tujuan yang telah ditetapkan.
e. Pengawasan (controlling).
Berkenaan dengan melakukan pengawasan dan penilaian terhadap kegiatan mulai dari penyusunan rencana program hingga pelaksanaannya, agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan
C. Fungsi Bimbingan Konseling
Sugiyo Dkk(1987:14) menyatakan bahwa ada tiga fungsi bimbingan dan konsling, yaitu:
a. Fungsi penyaluran (distributuf)
Fungsi penyaluran ialah fungsi bimbingan dalam membantu menyalurkan siswa-siswa dalam memilih program-program pendidikan yang ada disekolah, memilih jurusan sekolah, memilih jenis sekolah sambungan ataupun lapangan kerja yang sesuai dengan bakat, minat, cita-cita dan ciri-ciri kepribadiannya. Disamping itu sangsi ini meliputi pula bantuan untuk memiliki kegiatan-kegiatan disekolah antara lain membantu menempatkan anak dalam kelompok belajar dan lain-lain.
b. Fungsi penyesuaian(adjustif)
            Fungsi penyesuaian yaitu fungsi bimbingan dalam membantu siswa untuk memperoleh penyesuaian pribadi yang sehat. Dalam berbagai tehnik bimbingankhususnya dalam tehnik konsling, siswa dibantu menghadapi dan memecahkan masalh-masalah dan kesulitannya. Fungsi ini juga membantu siswa dalam usaha mengembangkan dirinya secara obtimal.
c. Fungsi Adabtasi(adaptif)
Fungsi adaptasi ialah fungsi bimbingan dalam rangka membantu stap sekolah khususnya guru dalam mengadaptasikan program pengajaran dengan ciri khusus dan kebutuhan pribadi siswa-siswa. Dalam fungsi ini pembimbing menyampaikan data tentang ciri-ciri, kebutuhan minat dan kemapuan serta kesulitan-kesulitan siswa kepada guru. Dengan data ini guru berusaha untuk merencanakan pengalaman belajar bagi para siswanya. Sehingga para siswa memperoleh pengalaman belajar sesuai dengan bakat, cita-cita, kebutuhan dan minat (Sugiyo, 1987:14).

2.3 Manajemen Stress
A. Pengertian Manajemen Setres
Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai macam gejala Stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka. Stres dapat juga membantu atau fungsional, tetapi juga dapat berperan salah atau merusak prestasi kerja. Secara sederhana hal ini berarti bahwa Stres mempunyai potensi untuk mendorong atau mengganggu pelaksanaan kerja, tergantung seberapa besar tingkat Stres yang dialami oleh karyawan tersebut.
Adapun menurut Robbins (2001:563) Stres juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan apabila pengertian Stres dikaitkan dengan penelitian ini maka Stres itu sendiri adalah suatu kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan dari dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka. Jadi, Stres dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi positif dan negatif tergantung dari sudut pandang mana seseorang atau karyawan tersebut dapat mengatasi tiap kondisi yang menekannya untuk dapat dijadikan acuan sebagai tantangan kerja yang akan memberikan hasil yang baik atau sebaliknya.
Berbagai defenisi mengenai stres telah dikemukakan oleh para ahli dengan versinya masing-masing, walaupun pada dasarnya antara satu defenisi dengan defenisi lainnya terdapat inti persamaannya. Selye (1976) mendefinisikan stres sebagai ‘the nonspesific response of the body to any demand‘, sedangkan Lazarus (1976) mendefinisikan ‘stress occurs where there are demands on the person which tax or exceed his adjustive resources’ (Golberger & Breznitz, 1982, hal. 39). Dari kedua defenisi diatas tampak bahwa stres lebih dianggap sebagai respon individu terhadap tuntutan yang dihadapinya. Tuntutan-tuntutan tersebut dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu tuntutan internal yang timbul sebagai tuntutan fisiologis dan tuntutan eksternal yang muncul dalam bentuk fisik dan social. Hans Selye juga menambahkan bahwa tidak ada aspek tunggal dari stimulus lingkungan yang dapat mengakibatkan stres, tetapi semua itu tergabung dalam suatu susunan total yang mengancam keseimbangan (homeostatis) individu.
Hans Selye (1950) mengembangkan konsep yang dikenal dengan Sindrom Adaptasi Umum (General Adaptation Syndrome) yang menjelaskan bila seseorang pertama kali mengalami kondisi yang mengancamnya, maka mekanisme pertahanan diri (defence mechanism) pada tubuh diaktifkan. Kelenjar-kelenjar tubuh memproduksi sejumlah adrenalin cortisone dan hormon-hormon lainnya serta mengkoordinasikan perubahan-perubahan pada sistem saraf pusat. Jika tuntutan-tuntutan berlangsung terus, mekanisme pertahanan diri berangsur-angsur akan melemah, sehingga organ tubuh tidak dapat beroperasi secara adekuat. Jika reaksi-reaksi tubuh kurang dapat berfungsi dengan baik, maka hal itu merupakan awal munculnya penyakit “gangguan adaptasi”. Penyakit-penyakit tersebut muncul dalam bentuk maag, serangan jantung, tekanan darah tinggi, atau keluhan-keluhan psikosomatik lainnya.
Lazarus dan Launier (1978) mengemukakan tahapan-tahapan proses stress. Menurut beliau adalah sebagai berikut :
1.      Stage of Alarm Individu mengidendentifikasi suatu stimulus yang membahayakan. Hal ini akan meningkatkan kesiapsiagaan dan orientasinyapun terarah kepada stimulus tersebut.
2.      Stage of Appraisals Individu mulai melakukan penilaian terhadap stimulus yang mengenainya. Penilaian ini dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman individu tersebut.
Tahapan penilaian ini dibagi menjadi dua, yaitu :
1.      Primary Cognitive Appraisal adalah proses mental yang berfungsi mengevaluasi suatu situasi atau stimulus dari sudut implikasinya terhadap individu, yaitu apakah menguntungkan, merugikan, atau membahayakan individu tersebut.
2.      Secondary Cognitive Appraisal adalah evaluasi terhadap sumber daya yang dimiliki individu dan berbagai alternatif cara untuk mengatasi situasi tersebut. Proses ini dipengaruhi oleh pengalaman individu pada situasi serupa, persepsi individu terhadap kemampuan dirinya dan lingkungannya serta berbagai sumberdaya pribadi dan lingkungan.
3. Stage of Searching for a Coping Strategy Konsep ‘coping’ diartikan sebagai usaha-usaha untuk mengelola tuntutan-tuntutan lingkungan dan tuntutan int internal serta mengelolah konflik antara berbagai tuntutan tersebut. Tingkat kekacauan yang dibangkitkan oleh satu stresor (sumber stres) akan menurun jika individu memiliki antisipasi tentang cara mengelola atau menghadapi stresor tersebut, yaitu dengan menerapkan strategi ‘coping’ yang tepat. Strategi yang akan digunakan ini dipengaruhi oleh pengalaman atau informasi yang dimiliki individu serta konteks situasi dimana stres tersebut berlangsung.
4. Stage of The Stress Response Pada tahap ini individu mengalami kekacauan emosional yang akut, seperti sedih, cemas, marah, dan panik. Mekanisme pertahanan diri yang digunakan menjadi tidak adekuat, fungsi-fungsi kognisi menjadi kurang terorganisasikan dengan baik, dan pola-pola neuroendokrin serta sistem syaraf otonom bekerja terlalu aktif. Reaksi-reaksi seperti ini timbul akibat adanya pengaktifan yang tidak adekuat dan reaksi-reaksi untuk menghadapi stres yang berkepanjangan. Dampak dari keadaan ini adalah bahwa individu mengalami disorganisasi dan kelelahan baik mental maupun fisik.
Disamping membagi stres kedalam tahap-tahap diatas, Lazarus juga membedakan istilah-istilah harm-loss, threat, dan challenge. Harm-loss dan threat memiliki konotasi negatif. Keduanya dibedakan berdasarkan perspektif waktunya. Harm-loss digunakan untuk menerangkan stres yang timbul akibat antisipasi terhadap suatu situasi. Baik stres akibat harm-loss maupun threat pada umumnya akan dapat berupa gangguan fisiologis maupun gangguan psikologis. Di lain pihak, challenge (tantangan) berkonotasi positif. Artinya, stres yang dipicu oleh situasi-situasi yang dipersepsikan sebagai tantangan oleh individu tidak diubah menjadi strain. Dampaknya tehadap tingkah laku individu, misalnya tampilan kerjanya, justru positif.
B. Tujuan Manajemen Setres
Stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang, yang apabila terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya. Ia merupakan suatu hal yang akan selalu datang pada diri manusia. Berbagai dampak dapat disebabkan oleh stress, mulai dari kerugian fisik, mental, maupun kegagalan didalam melakukan proses adaptasi lingkungan.
stressor adalah semua keadaan, kejadian, atau peristiwa yang dapat menimbulkan stres. Namun tidak semua stressor menimbulkan stres yang merugikan. Stressor ringan atau berlangsung singkat, menurutnya justru dibutuhkan untuk meningkatkan daya tahan mental seseorang. mengatasi stressor dengan cara-cara sebagai berikut: mengatur waktu, refresing, relaksasi, yoga, mengungkapkan perasaan pada orang lain, dan mendekatkan diri pada Allah SWT melalui cara sholat dan berdoa. Manajemen stres dalam perspektif agama dimulai dari kemampuan untuk mengatur diri sendiri dengan membiasakan dan mengoptimalkan kemampuan berpikir, berzikir, bersyukur, bersabar, dan tawakal
  1. endekatan Interaksi
Teori-teori yang didasari oleh pendekatan ini berpenda-pat bahwa stres tidak semata-mata disebabkan oleh situasi lingkungan kerja atau semata-mata oleh karakteristik pekerja yang bersangkutan melainkan oleh interaksi antara kedua faktor tersebut. Berdasarkan pendekatan interaksi ini, Cox dan Mackay (1979) mengatakan bahwa stres merupakan hasil penafsiran seseorang mengenai keterlibatannya dalam lingkung-annya, baik secara fisik maupun secara psikososial. Stres atatu ketegangan timbul sebagai suatu hasil ketidakseim-bangan antara persepsi orang tersebut mengenai tuntutan yang dihadapinya dan persepsinya mengenai kemampuannya untuk menanggulangi tuntutan tersebut (Fraser, hal. 80). Ini berar-ti bahwa tidak ada stresor yang berifat universal. Stimulus yang sama dapat menyebabkan intensitas stres yang berbeda atau bahkan tidak menyebabkan stres sama sekali pada individu yang mempersepsi dirinya mampu menghadapi stres tersebut. Dengan demikian, yang menjadi pokok bahasan adalah persepsi individu terhadap situasi dan partisipasi aktif individu dalam interaksi yang berlangsung. Dengan perkataan lain, cara individu menghadapi stres lebih penting daripada frekwensi dan kadar stres itu sediri.
Salah satu model teori interaksi yang cukup populer berasal dari French (1982), yang disebutnya “the Person Enviromental fit Model”. Menurut French, stress terdapat pada kotak G dalam model P-E nya, yaitu sebagai “Subjective Person-Environment Fir”. Dalam hal ini, konsep stress dari Mc.Grath, yang menekankan masalah persepsi.
Seperti yang digambarkan dalam model P-E stress tidak timbul akibat stressor lingkungan semata melainkan merupakan hasil persepsi individu terhadap kemampuan dan motivasinya untuk menghadapi stressor tersebut. Faktor persepsi dalam model tersebut merupakan faktor yang paling menentukan bobot stres dari suatu situasi.
Dalam model P-E tersebut, persepsi individu dipengaruhi oleh karakteristik lingkungan (Objective Social Environment) dan karakteristik individu (Objective Person). Dengan demi-kian jika salah satu dari kedua hal ini berubah, persepsi individu pun akan berubah, sehingga pada akhirnya bobot stres yang dihayati akan berubah pula.
French juga mengemukakan bahwa stress yang dipersepsi dapat dikurangi melalui dua mekanisme, yaitu “Social Support” dan “Ego Defence”. Artinya, jika individu memperoleh dukungan sosial yang memadai dari lingkungan dan/atau menggunakan ego defence yang tepat, stress dapat menurun intensitasnya.

Dengan demikian, berdasarkan model P-E dari French di atas, usaha-usaha yang diarahkan untuk menurunkan intensitas stres dapat dilakukan melalui perubahan persepsi dan pembeian dukungan sosial. Cobb (1976) telah memberikan bukti yang mengesankan bahwa di dalam suatu krisis, yang nyata-nyta merupakan suatu situasi penuh stres, dukungan sosial dapat melindungi manusia dari aneka ragam kondisi patologis (Fraser, hal. 87).
Menurut Lieberman dkk, secara teoritis peran dukungan sosial adalah sebagai berikut (Goldberger & Breznitz, hal. 778) :
@Social resources dapat mengurangi peluang terjadinya situasi yang mampu membangkitkan stress
@Bila situasi tersebut terjadi juga, interaksi dengan ‘significant orthers’ dapat memodifikasikan persepsi indi-vidu terhadap situasi tersebut. Dengan demikian, intensitas stres yang timbul dapat dikurangi
@Tingkat stres yang dialami oleh individu erat hubungannya dengan tingkat perubahan yang ditimbulkan oleh situasi tersebut, dalam hal ini adalah perubahan peran. Social resources dapat mengubah persepsi individu tentang relasi antara perannya yang terancam dengan situasi yang menimbulkan stres.
@Social resources dapat mengubah persepsi individu tentang strategi ‘coping’ yang tepat, misalnya dengan cara mempe-ngaruhi individu untuk menggunakan strategi tertentu.
@Social resources dapat memodifikasikan dampak stresor yang mengikis harga diri dan keyakinan individu.
@Social resources berpengaruh langsung terhadap tingkat adaptasi yang dimiliki individu
Dengan demikian, dukungan sosial tidak saja dapat meredam dampak stres melainkan juga dapat mengurangi peluang terjadinya stres.

Macam-macam dari Strestor
1.      Strestor Yang Bersumber dari Pribadi
Kepribadian dan persepsi memainkan peran penting terhaadap tinggi rendahnya sters. Saat seseorang mempresepsikan bahwa penceraian itu adalah sesuatu yang sangat menyakitkan dan tidak ada jalan keluar nya, individu akan merasa semakin sters. Beberapa tipe kepribadian lebih mudah terkenal sters di banding tipe kepripadian lainnya. Orang kepribadian A, emosinya tinggi sehingga lebih mudah terkena stres.
2.      Stesor pekerjaan
Propesi-propesi tertenttu mempunyai potensi memunculkan sters lebih besar di bandingklan propesi lainnya. Misalnya Polisi pemadam kebakaran, dokter dan juga propesi lainnya.
3.      Stesor Lingkungan
G.    Dampak Setres
Apakah dampak stress? dampak stress dibedakan dalam 3 kategori, dampak Fisiologik, dampak psikologik dan dampak perilaku.
a.       Dampak Fisiologik
Secara umum orang yang mengalami stress mengalami sejumlah gangguan fisik seperti : mudah masuk angin, mudah pening-pening, kejang otot (kram), mengalami kegemukan atau menjadi kurus yang tidak dapat dijelaskan.
b.      Dampak Psikologik
Adapun dampak psikologik antara lain:
          Keletihan emosi, jenuh, penghayatan ini merupakan tanda pertama dan punya peran sentral bagi terjadinya ‘burn – out’ 
          Terjadi ‘depersonalisasi’ ; Dalam keadaan stress berkepanjangan, seiring dengan kewalahan /keletihan emosi, kita dapat melihat ada kecenderungan yang bersangkutan memperlakuan orang lain sebagai ‘sesuatu’ ketimbang ‘sesorang’ 
          Pencapaian pribadi yang bersangkutan menurun, sehingga berakibat pula menurunnya rasa kompeten & rasa sukses 
c.       Dampak Perilaku
Dampak perilaku seperti:
          Manakala stress menjadi distress, prestasi belajar menurun dan sering terjadi tingkah laku yang tidak berterima oleh masyarakat
          Level stress yang cukup tinggi berdampak negative pada kemampuan mengingat informasi, mengambil keputusan, mengambil langkah tepat.
          Mahasiswa yang ‘over-stressed’ ~ stress berat seringkali banyak membolos atau tidak aktif mengikuti kegiatan pembelajaran.
H.    Faktor Setres
Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan Stres disebut Stressors. Meskipun Stres dapat diakibatkan oleh hanya satu Stressors, biasanya karyawan mengalami Stres karena kombinasi Stressors.
Menurut Robbins (2001:565-567) ada tiga sumber utama yang dapat menyebabkan timbulnya Stres yaitu: 
1.      Faktor Lingkungan
Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan dapat menyebabkan pengaruh pembentukan struktur organisasi yang tidak sehat terhadap karyawan. Dalam faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat menimbulkan Stres bagi karyawan yaitu ekonomi, politik dan teknologi. Perubahan yang sangat cepat karena adanya penyesuaian terhadap ketiga hal tersebut membuat seseorang mengalami ancaman terkena Stres. Hal ini dapat terjadi, misalnya perubahan teknologi yang begitu cepat. Perubahan yang baru terhadap teknologi akan membuat keahlian seseorang dan pengalamannya tidak terpakai karena hampir semua pekerjaan dapat terselesaikan dengan cepat dan dalam waktu yang singkat dengan adanya teknologi yang digunakannya.
2.      Faktor Organisasi
Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan Stres yaitu role demands, interpersonal demands, organizational structure dan organizational leadership. Pengertian dari masing-masing faktor organisasi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Role Demands
Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu organisasi akan mempengaruhi peranan seorang karyawan untuk memberikan hasil akhir yang ingin dicapai bersama dalam suatu organisasi tersebut.
b. Interpersonal Demands
Mendefinisikan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lainnya dalam organisasi. Hubungan komunikasi yang tidak jelas antara karyawan satu dengan karyawan lainnya akan dapat menyeba bkan komunikasi yang tidak sehat. Sehingga pemenuhan kebutuhan dalam organisasi terutama yang berkaitan dengan kehidupan sosial akan menghambat perkembangan sikap dan pemikiran antara karyawan yang satu dengan karyawan lainnya.
c. Organizational Structure
Mendefinisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan tersebut dibuat dan jika terjadi ketidak jelasan dalam struktur pembuat keputusan atau peraturan maka akan dapat mempengaruhi kinerja seorang karyawan dalam organisasi.
d. Organizational Leadership
Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang pimpinan dalam suatu organisasi. Karakteristik pemimpin menurut The Michigan group (Robbins, 2001:316) dibagi dua yaitu karakteristik pemimpin yang lebih mengutamakan atau menekankan pada hubungan yang secara langsung antara pemimpin dengan karyawannya serta karakteristik pemimpin yang hanya mengutamakan atau menekankan pada hal pekerjaan saja. Empat faktor organisasi di atas juga akan menjadi batasan dalam mengukur tingginya tingkat Stres. Pengertian dari tingkat Stres itu sendiri adalah muncul dari adanya kondisi-kondisi suatu pekerjaan atau masalah yang timbul yang tidak diinginkan oleh individu dalam mencapai suatu kesempatan, batasan-batasan, atau permintaan-permintaan dimana semuanya itu berhubungan dengan keinginannya dan dimana hasilnya diterima sebagai sesuatu yang tidak pasti tapi penting.
3.      Faktor Individu
Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan. Hubungan pribadi antara keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada pekerjaan yang akan dilakukan karena akibat tersebut dapat terbawa dalam pekerjaan seseorang. Sedangkan masalah ekonomi tergantung dari bagaimana seseorang tersebut dapat menghasilkan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan keluarga serta dapat menjalankan keuangan tersebut dengan seperlunya.  Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang dapat menimbulkan Stres terletak pada watak dasar alami yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Sehingga untuk itu, gejala Stres yang timbul pada tiap-tiap pekerjaan harus diatur dengan benar dalam kepribadian seseorang sehingga dapat digambarkan.
I.       Solusi
Orang sekarang katanya gampang terkena stres. Mungkin ini karena semakin tingginya tuntutan. Baik tuntutan dari tempat kerja anda atau tuntutan dari sekitar kita. Tempat kerja menuntut agar produktivitas kerja meningkat agar target perusahaan tercapai. Kebutuhan keluarga makin meningkat, sementara “kemampuan” masih tetap.
Kalau segala macam tuntutan itu tidak mampu di-management dengan baik, stress mudah timbul. Bagaimana tips management stress agar anda terhindar dari serangan stres?
          Tidur cukup
Kurang tidur merupakan salah satu sebab terbesar seseorang terjangkit stres. Mungkin karena harus kejar deadline pekerjaan yang bertumpuk sampai harus mengorbankan waktu tidur anda. Sesekali boleh saja anda lemburan, tapi jangan keterusan dan kompensasikan kekurangan tidur anda itu. Kalau anda keseringan melanggar jatah waktu istirahat anda, pasti tubuh anda akan “berontak”. Akibatnya waktu pagi hari wajah anda terlihat kurang fresh, kantung mata menggantung, stamina pun kurang bugar. Berapa waktu ideal tidur setiap harinya? Kalau kata pakar sekurang-kurangnya kita butuh waktu tidur minimal delapan jam. Namun saya percaya anda yang paling tahu kebutuhan tidur anda. Sebagai pedoman, gampangnya begini. Kalau waktu bangun anda merasa badan anda kurang segar, itu tandanya kalau anda masih kurang tidur. Tapi kalau sudah segar berarti waktu tidur anda cukup. Namun pedoman di atas jangan anda jadikan alasan buat tidur berlebihan ya, karena efeknya pasti juga sama tidak baiknya. Tidur yang cukup (dan bukan berlebihan) itu ikut membantu mengurangi tingkat ketegangan atau stress tubuh anda.
          Olahraga cukup
Olahraga yang cukup itu pun bisa membantu mengurangi ketegangan anda. Biar tidak suntuk selalu berada di depan layar monitor untuk menjalankan bisnis internet, lakukanlah olahraga. Berolahraga membantu anda lebih sehat, meningkatkan energi dan stamina anda, membuat pikiran lebih fresh–sehingga anda bisa bekerja online lebih baik—dan membuat tidur lebih pulas. Kalau anda belum rutin olahraga, saya sarankan mulai minggu ini. Bisa dimulai dengan olahraga kecil seperti jalan-jalan, lari pagi, atau naik sepeda keliling sekitar lingkungan rumah anda. Boleh juga kembali melakukan olahraga kegemaran yang sudah lama tidak anda lakukan.
          Makan teraturGara-gara telat makan akibat terlalu fokus memikirkan pekerjaan anda bisa berakibat fatal dan meningkatkan potensi terkena stress. Makanlah makanan bergizi secara teratur. Jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, anda jadi lupa atau telat makan.
          MusikSuara musik mampu membuat tubuh anda terasa lebih enteng. Anda bisa dengarkan musik untuk mengurangi ketegangan tubuh anda. Cobalah dan biarkan tubuh anda bergoyang mengikuti irama musik. Dendangkan juga syair lagunya.
          Liburan
Berlibur bersama keluarga atau orang-orang yang anda sayangi untuk sejenak terbebas dari rutinitas yang membelenggu perlu anda lakukan untuk melemaskan urat-urat syaraf anda.
          Hubungan Sosial
Bertemu dengan teman-teman lama atau paling tidak coba menghubungi mereka bisa mempererat kembali hubungan anda. Anda bisa ngobrol mengingat kisah jaman dulu kala. Pasti stres anda akan lenyap seketika mentertawakan cerita-cerita lucu yang anda alami.
Perluas juga hubungan sosial anda dengan sering-sering tambah teman, Banyak teman pasti banyak rejeki.
          HobiKerjakan hobi anda untuk meredakan ketegangan.
          Doa
Dekatkan diri pada-Nya, panjatkan doa, dan senantiasa ucapkan syukur atas segala limpahan nikmat-Nya. Ini berpengaruh besar agar anda terhindar dari serangan stress berat. Pada intinya, kunci management stress itu adalah terciptanya keseimbangan. Anda tidak memberatkan satu sisi kehidupan dan melupakan sisi lainnya. Anda tidak terlalu fokus pada pekerjaan anda misal sampai anda lupa makan, lupa istirahat, dan “lupa-lupa” lainnya.


2.4 Krisis intervensi dalam konseling
konseling memiliki beberapa dimensi dasar, seperti keunikan-kesamaan, objektivitas-subjektivitas, kognitif-afektif, kejelasan ambiguitas-dan tanggung jawab-akuntabilitas. Konselor memiliki tugas untuk mengenali dan berurusan dengan tepat unsur-unsur yang tampaknya paradoks dari hubungan konseling. Karena efektivitas konseling bergantung begitu banyak pada kualitas hubungan antara konselor dan klien, sikap dasar konselor adalah sangat signifikan. Sikap penerimaan dan pengertian memiliki konsekuensi yang cukup pada iklim psikologis konseling. Ini iklim yang membuat sikap konselor memiliki implikasi penting untuk evaluasi kepribadian klien sendiri. Sebuah kunci untuk iklim sikap yang efektif adalah konselor dengan asumsi kerangka referensi internal, yang merupakan upaya untuk memahami klien dengan mengambil pandangan klien tentang situasinya. Konselor harus memiliki karakteristik tambahan kehangatan, kecerdasan, kerendahan hati fleksibilitas, dan kesediaan untuk berbagi tanggung jawab.
Salah satu fungsi utama dari hubungan ini adalah untuk memberikan dukungan bagi klien, terutama dalam krisis. Dukungan kenyamanan dan keamanan melalui pembangunan kondisi optimal hidup. Dukungan umumnya dianggap menjadi tujuan konseling psikologis dan sering merupakan kondisi yang diperlukan sebelum solusi lebih kognitif dapat ditemukan.
Sifat dasar dukungan dalam konseling
Hubungan terapeutik dalam konseling, menjadi jembatan untuk pengembangan kesadaran dan tindakan, memberi peranan yang mendukung terhadap klien. Seperti yang kita katakan sebelumnya, kesadaran mengurangi kecemasan dan rasa aman pada klien adalah hasil dari respon emosional yang sesuai dari konselor. Dukungan dapat dilihat dalam empat cara. Pertama adalah fleksibilitas dan waktu. Hal ini berarti bahwa terapis dapat menerima klien setiap waktu. Tipe kedua dari dukungan yaitu meyakinkan klien dan mengurangi keadaan stres bagi klien yang mengalami kerugian atau terluka, terutama pada fase awal konseling. Dukungan ketiga bahwa konselor menganggap klien sebagai orang yang bertanggung jawab. Dan dukungan yang keempat dalam bentuk intervensi krisis.
Manajemen krisis
Krisis diproduksi oleh dua sumber peristiwa yaitu kejadian eksternal seperti bencana, kematian dalam keluarga, pengangguran tiba-tiba, atau sakit parah, dan kejadian internal. Sumber internal, sementara diperburuk oleh peristiwa eksternal, adalah kondisi seperti perasaan bunuh diri, alkoholisme akut, putus asa, atau perjalanan obat buruk. Krisis yang ditandai oleh stres yang parah, gangguan rutinitas kehidupan, frustrasi akut dan perasaan cemas dan tidak berdaya. Dalam masyarakat Barat krisis biasanya dilihat sebagai masalah berat untuk dipecahkan, sedangkan di beberapa masyarakat Timur misalnya, Cina simbol bahasa merupakan krisis. Dari sudut pandang aktualisasi, konselor perlu menanyakan bagaimana metode krisis mendapatkan klien dari kenyamanan dan ekuilibrium ke tingkat yang lebih tinggi dari pertumbuhan. Setidaknya ketika krisis telah berlalu klien harus bertanya pada diri sendiri apa yang mereka pelajari dari pengalaman itu.
Keterampilan untuk mengelola krisis disajikan secara rinci dalam Hubungan konseling yaitu: Proses dan Keterampilan (Brammer 1979). Lavelle (1979) membandingkan dua gaya berurusan dengan krisis-perilaku dan afektif. Gaya afektif menekankan klarifikasi sebab dan akibat, menghubungkan perilaku sekarang dan masa lalu, dan meringkas tema umum. Gaya perilaku menekankan menyelidik, perintah terfokus, analisis formal kesulitan klien dan potensi menyarankan. Gaya perilaku menimbulkan pernyataan signifikan lebih alternatif-terkait masa depan, namun pernyataan mengatasi secara signifikan lebih sedikit dibandingkan dengan gaya afektif. Salah satu implikasi untuk gaya konseling adalah stres fleksibilitas dan peran ganda untuk intervensi krisis.
Krisis intervensi metodologi dan strategi konseling telah menjadi bidang khusus untuk membantu. Selain keterampilan konseling biasa, terapi obat dapat menjadi tambahan medis berguna dalam rasa sakit emosional yang parah. Tujuannya biasanya restorasi ke ekuilibrium precrisis. Aguilera dan Messick (1974) meringkas langkah dalam intervensi krisis sebagai: (1) Penilaian orang dan masalah (misalnya, bahaya bagi diri sendiri atau orang lain?), (2) Perencanaan intervensi (misalnya, untuk mengembalikan keseimbangan), (3) intervensi untuk mengeksplorasi perasaan, mendapatkan pemahaman intelektual, mengesplorasi mekanisme koping dan membuka kembali dunia sosial, (4) resolusi krisis ( misalnya, memperkuat mekanisme bertahan).
Model Rusk (1971) adalah model proses kedua digunakan secara luas dalam pekerjaan krisis. Langkah Rusk adalah: (1) Penasihat menyajikan diri sebagai penolong yang bersangkutan, (2) Klien didorong untuk mengekspresikan dan mendiskusikan pengaruh, (3) Penasihat berempati dengan menyatakan pengaruhnya, (4) Penasihat mendapat informasi tentang situasi krisis, (5) Penasihat membantu klien merumuskan pernyataan tentang masalah, (6) Konselor dan klien menyepakati strategi untuk mengatasi stres yang disebabkan krisis, (7) Konselor dan klien meninjau dan menerapkan strategi untuk pengelolaan stres dan cara-cara mengatasi stres di masa depan.
Jenis yang paling umum dari krisis adalah terkait hilangnya woth, atau kehilangan orang yang dicintai, pekerjaan berharga, kesehatan, atau kekuatan fisik. Sebagai contoh, Kubler-Ross (1975) telah menggambarkan tahap lima orang menghadapi kematian melalui : pengingkaran dan isolasi, kemarahan, tawar-menawar, depresi, dan penerimaan. Bagian dari tugas konseling adalah membantu klien bekerja melalui tahap ini.
Nilai dukungan
Sebuah hubungan yang mendukung memiliki empat nilai terapi utama. Salah satu nilai utamanya adalah membantu mengurangi kecemasan berlebih dan akibatnya mengembangkan keamanan dan kenyamanan. Kehadiran emosional terapis memungkinkan klien untuk merasa berharga, dicintai dan dihormati. Sementara fokus di sini adalah pada dukungan melalui hubungan konseling, kita harus menyadari bahwa sebagian besar dukungan untuk orang dewasa muda paling tidak, datang melalui persahabatan. Sebuah studi ekstensif oleh Parham dan Tinsley (1980) mengungkapkan bahwa dewasa muda menilai teman-teman yang menerima, dapat dipercaya, dan confrontive. Kurang penting adalah empati, keahlian, dan keterusterangan. Sementara peserta tidak menghindari konselor profesional untuk membantu dengan masalah emosional, mereka cenderung, pertama, untuk mencari teman yang terbuka, tulus, berani, menerima, dan memelihara. Temuan ini sesuai dengan penelitian tentang mengapa orang dewasa muda pilih teman-teman untuk bantuan daripada terapis profesional (Tinsley dan Harris 1976).
Nilai kedua dari dukungan memberikan keyakinan kepada klien bahwa mereka dapat dibantu, misalnya, bahwa mereka dapat membuat rencana yang realistis, bahwa mereka dapat meningkatkan studi mereka, atau bahwa mereka mungkin akan menyelamatkan pernikahan mereka. Klien dalam keadaan kecemasan sering memiliki perasaan putus asa tentang masalah mereka. Konselor menenangkan, menerima dan meyakinkan klien, sehingga mereka memiliki harapan dan keyakinan di masa depan.
Nilai ketiga dari dukungan adalah kesadaran memberi klien kebebasan untuk mengubah pandangan atau perilaku mereka. Dengan sepenuhnya menerima mereka, konselor mengatakan, pada dasarnya, bahwa meskipun tidak setuju dengan klien, konselor dapat menerima pandangan klien saat itu. Dengan demikian, klien tidak diberikan keyakinan bahwa mereka benar tentang pandangan mereka saat ini.
Nilai keempat dari dukungan adalah mencegah klien dari menerima solusi gagal untuk masalah. Ini mendorong orang bunuh diri, misalnya, untuk mengeksplorasi alternatif untuk bunuh diri. Klien dapat merasa bahwa mereka tidak harus mengambil tindakan impulsif yang dapat membuat mereka kesulitan bahkan lebih buruk. Keramahan dapat mendukung klien sampai ia lebih mampu bekerja secara rasional pada masalahnya.
Batas dukungan
Batasan pertama adalah dukungan yang berlebihan pada klien yang bersalah ketika mereka menyadari ada ketergantungan pada konselor. Batasan kedua adalah ketergantungan yang kuat yang dapat berkembang melalui dukungan berkepanjangan. Batasan ketiga adalah dukungan yang disalahartikan yakni simpati. Batasan keempat adalah adalah penyesalan atau kebencian terhadap kedangkalan dan keyakinan bebas.