Jumat, 09 September 2016

MAKALAH PERAN AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEHIDUPAN BERPOLITIK SERTA KESATUAN DAN PERSATUAN BANGSA



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Agama adalah prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan aturan-aturan syariat tertentu. Dapat dikatakan bahwa agama adalah sebuah kepercayaan. Agama merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan. Dengan adanya agama membuat hidup manusia menjadi teratur dan terarah. Agama dalam hal ini agama Islam mengatur kehidupan umatnya di berbagai aspek seperti ekonomi, sosial, budaya, politik, pendidikan, akhlak, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya.
Politik adalah hal-hal yang berkenaan dengan tata Negara, urusan yang mencakup siasat dalam pemerintahan Negara atau terhadap Negara lain-lain.   Politik dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyâsah. Politik artinya adalah mengurusi urusan umat. Berkecimpung dalam dunia politik berarti memperhatikan kondisi kaum Muslim dengan cara menghilangkan kezaliman penguasa dan melenyapkan kejahatan kaum kafir atas mereka.
Politik Islam berarti mengurusi urusan masyarakat melalui kekuasaan, melarang dan memerintah, dengan landasan hukum/syariah Islam .Landasan hokum Islam tersebut adalah Al-quran.
B.     Rumusan Masalah
1.    Apakah kontribusi agama dalam kehidupan politik?
2.    Bagaimana politik yang dilakukan Rasulullah SAW?
3.    Bagaimanana penjelasan Q.s an-Nisa ayat 59?
4.    Apa saja Hadits tentang politik?
5.    Apa saja norma politik dalam Islam?
C.      Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui kontribusi agama dalam kehdupan politik
2.      Mengetahui politik yang dugunakan oleh Rasulullah SAW
3.      Mengetahui penjelasan Q.s an-Nisa ayat 59
4.      Mengetahui hadits tentang politik
5.      Mengetahui norma politik dalam Islam
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kontribusi Agama Dalam Bidang Politik.
Agama itu sangat penting disegala aspek kehidupan umat manusia selain itu agama juga agama berperan untuk menenangkan jiwa dan raga. Dengan agama kita akan lebih bijak menyikapi sesuatu.  Oleh karena itu agama itu dibutuhkan oleh setiap umat manusia.
 Islam adalah solusi. Solusi segala permasalahan di dunia ini dengan kesempurnaan ajarannya (syumul). Kesempurnaan ajaran Islam dapat ditelaah dari sumber aslinya, yaitu Alquran dan Sunnah yang mengatur pola kehidupan manusia, mulai dari hal terkecil hingga terbesar baik ekonomi, sosial, politik, hukum, ketatanegaraan, budaya, seni, akhlak/etika, keluarga, dan lain-lain. Bahkan, bagaimana cara membersihkan najis pun diatur oleh Islam.
Ajaran Islam merupakan rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi semesta alam), artinya Islam selalu membawa kedamaian, keamanan, kesejukan, dan keadilan bagi seluruh makhluk hidup yang berada diatas dunia. Islam tidak memandang bentuk atau rupa seseorang dan membedakan derajat atau martabat manusia dalam level apapapun. Islam menghormati dan memberikan kebebasan kepada seseorang untuk menganut suatu keyakinan atau agama tanpa memaksakan ajaran Islam tersebut dijalankan (laa ikrahaa fiddiin).
Islam bukanlah semata agama (a religion) namun juga merupakan sistem politik (a political sistem), Islam lebih dari sekedar agama. Islam mencerminkan teori-teori perundang-undangan dan politik. Islam merupakan  sistem peradaban yang lengkap, yang mencakup agama dan Negara secara bersamaan. Dalam hal politik Islam mengatur bagaimana seorang pemimpin harus bersikap terhadap rakyatnya. Dan bagi seorang pemimpin ada pertanggung jawaban atas apa yang telah dilakukan terhadap rakyatnya di akirat nanti. Ada batas-batasan yang diberikan terhadap seorang pemimpin.



B.     Politik yang Dilakukan Rasulullah SAW
Nabi Muhammad SAW adalah seorang politikus yang bijaksana. Di Madinah beliau membangun Negara Islam yang pertama dan meletakkan prinsip-prinsip utama undang-undang Islam. Nabi Muhammad pada waktu yang sama menjadi kepala agama dan kepala Negara.
Pertama, sebelum diangkat sebagai nabi dan rasul. Nabi Muhammad SAW ber-tahanuts di Gua Hira. Namun, setelah dipilih sebagai utusan Allah, Beliau langsung diperintahkan untuk memberikan peringatan di tengah-tengah masyarakat mulai dari keluarga terdekat dan kawan-kawannya. Nabi Muhammad SAW pun menyebarkan dakwah di tengah-tengah mereka.
Kedua, Rasulullah SAW melakukan pemantapan akidah. Sejak awal, Nabi Muhammad SAW memproklamirkan: Lâ ilâha illâ Allâh, Muhammad Rasûlullâh. Dengan syahadat tersebut berarti tidak ada yang wajib disembah, diibadahi dan dipatuhi selain Allah SWT. Menaati Allah SWT haruslah dengan mengikuti utusan-Nya, Muhammad SAW. Jadi, syahadat merupakan pengingkaran terhadap thâghût serta keimanan kepada Allah dan Rasul.
Ketiga, dakwah Nabi Muhammad SAW menyerukan pengurusan masyarakat (ri‘âyah syu’ûn al-ummah). Ayat-ayat Makiyyah banyak mengajari akidah seperti takdir, hidayah dan dhalâlah (kesesatan), rezeki, tawakal kepada Allah, dll.
Ratusan ayat al-Quran dan hadits di Makkah dan Madinah diturunkan kepada Nabi tentang pengaturan masyarakat di dunia. Misal: jual-beli, sewa-menyewa, wasiat, waris, nikah dan talak, taat pada ulil amri, mengoreksi penguasa sebagai seutama-utama jihad, makanan dan minuman, pencurian, hibah dan hadiah kepada penguasa, pembunuhan, pidana, hijrah, jihad, dll. Semua ini menegaskan bahwa apa yang didakwahkan Nabi Muhammad SAW bukan hanya persoalan ritual, spiritual dan moral. Dakwah Nabi Muhammad SAW berisi juga tentang hal-hal pengurusan masyarakat. Artinya, dilihat dari isinya dakwah Rasulullah SAW juga bersifat politik.
Keempat, Rasulullah melakukan pergulatan pemikiran. Pemikiran dan pemahaman batil masyarakat Arab kala itu dikritisi. Terjadilah pergulatan pemikiran. Akhirnya, pemikiran dan pemahaman Islam dapat menggantikan pemikiran dan pemahaman lama. Konsekuensinya, hukum-hukum yang diterapkan di masyarakat pun berubah. Rasulullah SAW dengan al-Quran menyerang kekufuran, syirik, kepercayaan terhadap berhala, ketidakpercayaan akan Hari Kebangkitan, dll. Hikmah, nasihat, dan debat secara baik terus dilakukan oleh Nabi saw
Jelas, ini merupakan aktivitas politik karena merupakan aktivitas ri‘âyah syu’ûn al-ummah, mengurusi urusan rakyat.
Kelima, para pembesar Quraisy banyak menzalimi rakyat, kasar, menghambur fitnah, dan banyak bersumpah tanpa ditepati. Rasulullah SAW  dengan tegas menyerang mereka karena kesombongan dan penentangan mereka. Di antara pembesar yang diserang langsung oleh Beliau adalah Abu Lahab dan istrinya (Ummu Jamil). Sementara itu, Walid bin Mughirah diserang dengan menyebutkan ciri, perilaku, dan tindakannya terhadap masyarakat.
Selain itu, Nabi Muhammad SAW  menyampaikan wahyu dari Allah yang berisi pembongkaran terhadap tipudaya para penguasa Quraisy itu (QS ath-Thariq [86]: 15-17; al-Anfal [8]: 30). Semua ini merupakan perjuangan politik. Arahnya adalah menghentikan kezaliman pembesar terhadap rakyatnya, seraya menyerukan Islam sebagai keadilan yang menggantikannya.
Keenam, Nabi saw. menentang hubungan-hubungan rusak di masyarakat dan menyerukan Islam sebagai gantinya. Pada saat itu, kecurangan dalam takaran dan timbangan sudah merupakan hal lumrah dalam jual-beli. Sistem masyarakat yang diterapkan penguasa/pembesar kala itu membiarkan pembunuhan terhadap anak-anak karena takut miskin, khawatir tidak terjamin makan dan kehidupannya. Rasul saw. justru berteriak lantang bahwa tindakan tersebut adalah dosa besar. Beliau menyerukan: tidak perlu takut dan khawatir miskin karena Allahlah yang mengatur rezeki. Perzinaan pun merajalela.
Ketujuh, setelah berhijrah dari Makkah ke Madinah, Beliau mendirikan institusi politik berupa negara Madinah. Beliau langsung mengurusi urusan masyarakat. Misal: dalam bidang pendidikan Beliau menetapkan tebusan tawanan Perang Badar dengan mengajari baca-tulis kepada sepuluh orang kaum Muslim pertawanan. Dalam masalah pekerjaan Nabi saw. mengeluarkan kebijakan dengan memberi modal dan menyediakan lapangan pekerjaan berupa pencarian kayu bakar untuk dijual (HR Muslim dan Ahmad). Nabi Muhammad SAW. pernah menetapkan kebijakan tentang lebar jalan selebar tujuh hasta (HR al-Bukhari). Beliau juga mengeluarkan kebijakan tentang pembagian saluran air bagi pertanian (HR al-Bukhari dan Muslim). Begitulah, Nabi saw. sebagai kepala pemerintahan telah memberikan arahan dalam mengurusi masalah rakyat.
Berdasarkan perilaku dakwah Nabi saw. dan para Sahabatnya di atas, jelaslah, dakwah Beliau tidak sekadar mencakup ritual, spiritual dan moral. Dakwah Beliau juga bersifat politik, yakni mengurusi urusan umat dengan syariah. Karenanya, dakwah Islam haruslah diarahkan seperti yang dilakukan Beliau. Politik tidak dapat dan tidak boleh dipisahkan dari Islam. Politik yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW adalah politik yang membawa rakyat ke arah yang lebih baik.          
C.     Penjelasan Qs. An-Nisa ayat 59

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ
فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan Ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa: 59)
Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata tentang firman-Nya, “Taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan Ulil Amri di antara kamu.” Ayat ini turun berkenaan dengan ‘Abdullah bin Hudzafah bin Qais bin ‘Adi, ketika diutus oleh Rasulullah di dalam satu pasukan khusus. Demikianlah yang dikeluarkan oleh seluruh jama’ah kecuali Ibnu Majah.
Dalam hadits di atas, Rasulullah SAW sudah memberi batasan kepada kita, bahwasannya ketaatan hanya pada yang ma’ruf, dan bukannya pada yang tidak ma’ruf. Ayat juga ini disebutkan oleh ulama sebagai hak para pemimpin yang menjadi kewajiban rakyat. Sedangkan pada ayat sebelumnya QS. An-Nisa': 58, sebagai hak rakyat yang menjadi kewajiban para pemimpin. Yaitu agar para pemimpin menunaikan amanat kepemimpinan dengan sebaik-baiknya. Memberikan hak kepada yang berhak menerimanya, dan memutuskan hukum di antara rakyatnya dengan seadil-adilnya.
Allah SWT menjelaskan bahwa ciri-ciri utama Ulil Amri Minkum yang sebenarnya ialah komitmen untuk selalu mengembalikan segenap urusan yang diperselisihkan kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya). Para pemimpin sejati di antara orang-orang beriman tidak mungkin akan rela menyelesaikan berbagai urusan kepada selain Al-Qur’an dan Sunnah Ar-Rasul.
Ibnu Qayyim meneruskan dalam kitabnya tersebut, bahwasannya makna taat kepada Ulil Amri adalah bertaqlid kepada apa yang mereka fatwakan. Akan tetapi hal yang tidak dimengerti oleh orang-orang yang taqlid adalah bahwa Ulil Amri-seharusnya-hanya ditaati apabila tidak keluar dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Para ulama dalam hal ini hanya berfungsi sebagai mediator (penyampai perintah dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat), sementara Umara memegang peranan sebagai fasilitator demi kelancarannya. Oleh karena itu, ketaatan kepada mereka merupakan bagian dari ketaatan kepada Allah dan Rasul.



D.    Hadits Tentang Politik
Hal mengenai politik tidak hanya diatur dalam Al-quran saja tapi ada beberapa hadits yang mengaturnya yaitu:
1.      Pemimpin suatu kaum adalah pengabdi (pelayan) mereka. (HR. Abu Na'im). Rasulullah Saw berkata kepada Abdurrahman bin Samurah, "Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau menuntut suatu jabatan. Sesungguhnya jika diberi karena ambisimu maka kamu akan menanggung seluruh bebannya. Tetapi jika ditugaskan tanpa ambisimu maka kamu akan ditolong mengatasinya." (HR. Bukhari dan Muslim)
2.      Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi suatu kaum maka dijadikan pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang bijaksana dan dijadikan ulama-ulama mereka menangani hukum dan peradilan. Juga Allah jadikan harta-benda ditangan orang-orang yang dermawan. Namun, jika Allah menghendaki keburukan bagi suatu kaum maka Dia menjadikan pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang berakhlak rendah. DijadikanNya orang-orang dungu yang menangani hukum dan peradilan, dan harta berada di tangan orang-orang kikir. (HR. Ad-Dailami)
3.      Kami tidak mengangkat orang yang berambisi berkedudukan. (HR. Muslim)
4.      Ada tiga perkara yang tergolong musibah yang membinasakan, yaitu:
a.       Seorang penguasa bila kamu berbuat baik kepadanya, dia tidak mensyukurimu dan bila kamu berbuat kesalahan dia tidak mengampuni.
b.      Tetangga apabila melihat kebaikanmu dia pendam (dirahasiakan atau diam saja) tapi bila melihat keburukanmu dia sebarluaskan
c.        Isteri bila berkumpul dia mengganggumu (diantaranya dengan ucapan dan perbuatan yang menyakiti) dan bila kamu pergi (tidak di tempat) dia akan mengkhianatimu. (HR. Ath-Thabrani)
5.      Allah melaknat penyuap, penerima suap dan yang memberi peluang bagi mereka. (HR. Ahmad)
6.      Akan datang sesudahku penguasa-penguasa yang memerintahmu. Di atas mimbar mereka memberi petunjuk dan ajaran dengan bijaksana, tetapi bila telah turun mimbar mereka melakukan tipu daya dan pencurian. Hati mereka lebih busuk dari bangkai. (HR. Ath-Thabrani
7.       Jabatan (kedudukan) pada permulaannya penyesalan, pada pertengahannya kesengsaraan (kekesalan hati) dan pada akhirnya azab pada hari kiamat. (HR. Ath-Thabrani)
8.      Aku mendengar Rasulullah Saw memprihatinkan umatnya dalam enam perkara:
a. Diangkatnya anak-anak sebagai pemimpin (penguasa).
b. Terlampau banyak petugas keamanan.
c. Main suap dalam urusan hokum.
d. Pemutusan silaturahmi dan meremehkan pembunuhan.
e. Generasi baru yang menjadikan Al Qur'an sebagai nyanyian.
9.      Sesungguhnya umatku tidak akan bersatu dalam kesesatan. Karena itu jika terjadi perselisihan maka ikutilah suara terbanyak. (HR. Anas bin Malik)

E.     Norma Politik dalam Islam
Dalam pelaksanaan politik, Islam juga memiliki norma-norma yang harus diperhatikan. Norma-norma ini merupakan karakteristik pembeda politik Islam dari system poltik lainnya. Diantara norma-norma itu ialah :
1.      Poltik merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan, bukan dijadikan sebagai tujuan akhir atau satu-satunya.
2.      Politik Islam berhubungan dengan kemashlahatan umat.
3.      Kekuasaan mutlak adalah milik Allah.
4.      Manusia diberi amanah sebagai khalifah untuk mengatur ala mini secara baik.
5.      Pengangkatan pemimpin didasari atas prinsip musyawarah.
6.      Ketaatan kepada pemimpin wajib hukumnya setelah taat kepada Allah dan Rasul .
7.      Islam tidak menentukan secara eksplisit bentuk pemerintahan Negara.   

     Prinsip-Pinsip Politik dalam Pandangan Islam
            1.      Prinsip-prinsip dasar politik Islam
a.       Tauhid berarti mengesakan Allah SWT selaku pemilik kedaulatan tertinggi.
Pandangan Islam terhadap kekuasaan tidak terlepas dari ajaran tauhid bahwa penguasa tertinggi dalam kehidupan manusia, termasuk dalam kehidupan politik dan bernegara adalah Allah SWT (QS.5:18)
b.      Risalah merupakan medium perantara penerimaan manusia terhadap hukum-hukum Allah SWT. Manusia baik dia pejabat pemerintah atau rakyat jelata adalah Khalifah-Nya, mandataris atau pelaksana amanah-Nya dalam kehidupan ini (QS.2:30).
c.       Khalifah berarti pemimpin atau wakil Allah di bumi. Pemerintahan baru wajib di patuhi kalau politik dan kebijaksanaannya merujuk kepada Al-Quran dan hadist atau tidak bertentangan dengan keduanya.

            Prinsip-prinsip dasar siasyah dalam Islam meliputi antara lain :
                        1.      Musyawarah.
                        2.      Pembahasan Bersama.
                        3.      Tujuan bersama, yakni untuk mencapai suatu keputusan.
                        4.      Keputusan itu merupakan penyelesaian dari suatu masalah yang dihadapi bersama.
                        5.      Keadilan.
                        6.      Al-Musaawah atau persamaan.
                        7.      Al-hurriyyah (kemerdekaan/kebebasan).
                        8.      Perlindungan jiwa raga dan harta masyarakat .
           
            2.      Prinsip-prinsip politik luar negeri dalam Islam (Siasah Dauliyyah)
Dalam Al-Quran, ditemui beberapa prinsip politik luar negeri dalam Islam, yaitu :
a.       Saling menghormati fakta-fakta dan traktat-traktat, QS.8:58, QS.9:4, QS.16:91, QS.17:34.
b.      Kehormatan dan Integrasi Nasional, QS.16:92
c.       Keadilan Universal (Internasional), QS. 5:8.
d.      Menjaga perdamaian abadi, QS.5:61.
e.       Menjaga kenetralan negara-negara lain, QS.4:89,90.
f.        Larangan terhadap eksploitasi para imperialis, QS.6:92.
g.       Memberikan perlindungan dan dukungan kepada orang-orang Islam yang hidup di negara lain, QS.8:72.
h.       Bersahabat dengan kekuasaan-kekuasaan netral,  QS.60:8,9.
i.         Kehormatan dalam hubungan Internasional, QS.55:60.
j.        Persamaan keadilan untuk para penyerang, QS.2:195, QS.16:126, dan QS.42:40.

Syarat Kepemimpinan Politik dalam Islam
Kepemimpinan politik dalam Islam harus memenuhi syarat-syarat yang telah digariskan oleh ajaran agama. Penjelasan itu terdapat dalam surat An-Nisa’,(4):58-59. Pada ayat itu disimpulkan bahwa terdapat beberapa syarat kepemimpinan politik dalam Islam antara lain;
            1.      Amanah yaitu bertanggung jawab dengan tugas dan kewenangan yang diemban
            2.      Adil yaitu mampu menempatkan segala sesuatu secara tepat dan proporsional
            3.      Taat kepada Allah dan Rasul
            4.      Menjadikan quran dan sunnah sebagai referensi utama.

Peranan Agama dalam Mewujudkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Agama memberikan penerangan kepada manusia dalam hidup bersama termasuk dalam bidang politik atau bernegara. Penerangan itu antara lain.

1. Perintah untuk bersatu
Islam melalui Al-Quran menganjurkan agar antar kelompok, antar golongan maupun antar partai saling melakukan ta’aruf (perkenalan). Allah berfirman:


Artinya :
“ Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal “. ( QS. Al Hujurat : 13 ).
Pemahaman terhadap Al-Quran surat al-Hujarat ayat 13 menunjukkan bahwa manusia diciptakan bersuku-suku, dan surat al-Mukminun ayat 52 menjelaskan bahwa manusia adalah umat yang satu. Ini berarti berbagai suku, berbagai golongan, berbagai kelompok, termasuk di dalamnya kelompok politik atau yang lainnya supaya tetap bersatu. Pengikat persatuan adalah takwa. Karakter takwa antara lain menjalankan semua perintah Allah sejauh yang diketahui dan menjauhi larangan-Nya. Jadi, ukurannya gampang kalau orang itu takwa pasti iman dan senang bersatu dan menjaga persatuan dan kesatun.

2. Larangan untuk saling curiga
Islam melarang kepada semua orang baik dalam kapasitasnya sebagai individu, sebagai kelompok sosial, maupun kelompok-kelompok yang lain termasuk kelompok politik untuk saling curiga, saling melecehkan atau yang semakna dengannya. Allah berfirman:
Artinya :
“ Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang “. ( QS. Al Hujurat : 12 ).
Dengan demikian, terhadap orang lain atau kelompok lain haruslah saling mengembangkan husnuzhan (berprasangka baik). Kalau masing-masing kelompok saling menaruh husnuzhan tentu akan mempererat hubungan mereka sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 13 surat al-Hujarat tersebut.
Akibatnya dari pelecehan, pasti timbul saling mencurigai di antara mereka. Saling curiga tentu mudah menigkat menjadi disintegrasi bahkan konflik di antara mereka. Sebagai bangsa akan menjadi lemah jika elemen-elemen di dalamnya saling mencurigai dan bertikai. Itulah sebabnya Allah melarang umat yang saling bercerai berai.
Sebaliknya orang yang tetap istikamah dalam kesatuan umat, mereka itulah sebagai orang yang mempererat petunjuk ilahi dan dapat merasakan kenikmatan bersaudara (bersatu). Mencermati perintah Allah agar kita bersatu dan larangan-Nya untuk bercerai berai itu ternyata akibatnya kembali kepada manusia itu sendiri. “Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh” merupakan kesimpulan padat dari perintah untuk bersatu dan larangan bercerai.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari hasil kajian diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Agama itu sangat penting disegala aspek kehidupan umat manusia selain itu agama juga berperan untuk menenangkan jiwa dan raga. Salah satunya adalah dalam hal politik. Contoh dari politik yang berdasarkan agama adalah politik yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Politik yang digunakan oleh Rasulullah SAW adalah poltik yang membawa kebahagiaan bagi umat yang dipimpinnya. Jika seseorang pemimpin politik berlandaskan agama dalam hal ini agama Islam dan yang menjadi landasan dalam memimpin rakyatnya adalah Al-quran dan  hadist maka pemimpin tersebut tidak akan menindas rakyatnya. Dikarenakan ia telah mengetahui norma-norma berpolitik dalam Islam dan aturan-aturan berpolitik dalam Islam

B.     Saran
            Berkenaan dengan pentingnya penguasaan memahami kontribusi agama dalam kehidupan politik. Khususnya pendidik harus mampu :
a.       Menjelaskan pentingnya Agama dalam kehidupan berpolitik
b.      Memberikan contoh pemimpin yang sesuai dengan kaidah Agama.
c.       Menerapkan Suri Tauladan yang dicantumkan Dalam Hadits.
d.    Berpolitik sesuai dengan norma-norma berpolitik dalam Islam.









DAFTAR PUSTAKA

            Alquranonline.com
Anonym. 2012. Memahami Kontribusi Agama Dalam Kehidupan Politik, Berbangsa dan Bernegara.http://pgs.nul.is.
   Meutia.2010. Makalah Agama Tentang Politik Islam. http://meutzolkin.blogspot.com

Muda, Ahmad A.K. 2006. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.Jakarta: Reality Publisher
MR Kurnia. 2002 Al-Jamaah, Tafarruq dan Ikhtilaf. Bogor: Al Azhar Press
Nurcholish Madjid.  1999. Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi. Jakarta: Paramadina


Tidak ada komentar:

Posting Komentar