BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama adalah prinsip kepercayaan
kepada Tuhan dengan aturan-aturan syariat tertentu. Dapat dikatakan bahwa agama
adalah sebuah kepercayaan. Agama merupakan aspek yang sangat penting dalam
kehidupan. Dengan adanya agama membuat hidup manusia menjadi teratur dan
terarah. Agama dalam hal ini agama Islam mengatur kehidupan umatnya di berbagai
aspek seperti ekonomi, sosial, budaya, politik, pendidikan, akhlak, ilmu
pengetahuan dan lain sebagainya.
Politik adalah hal-hal yang
berkenaan dengan tata Negara, urusan yang mencakup siasat dalam pemerintahan
Negara atau terhadap Negara lain-lain. Politik dalam bahasa
Arab dikenal dengan istilah siyâsah. Politik artinya
adalah mengurusi urusan umat. Berkecimpung dalam dunia politik
berarti memperhatikan kondisi kaum Muslim dengan cara menghilangkan kezaliman
penguasa dan melenyapkan kejahatan kaum kafir atas mereka.
Politik Islam berarti mengurusi
urusan masyarakat melalui kekuasaan, melarang dan memerintah, dengan landasan
hukum/syariah Islam .Landasan hokum Islam tersebut adalah Al-quran.
B. Rumusan
Masalah
1. Apakah
kontribusi agama dalam kehidupan politik?
2. Bagaimana
politik yang dilakukan Rasulullah SAW?
3. Bagaimanana
penjelasan Q.s an-Nisa ayat 59?
4. Apa
saja Hadits tentang politik?
5. Apa saja
norma politik dalam Islam?
C. Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui
kontribusi agama dalam kehdupan politik
2. Mengetahui
politik yang dugunakan oleh Rasulullah SAW
3. Mengetahui
penjelasan Q.s an-Nisa ayat 59
4. Mengetahui
hadits tentang politik
5. Mengetahui
norma politik dalam Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kontribusi
Agama Dalam Bidang Politik.
Agama itu sangat penting disegala
aspek kehidupan umat manusia selain itu agama juga agama berperan untuk
menenangkan jiwa dan raga. Dengan agama kita akan lebih bijak menyikapi
sesuatu. Oleh karena itu agama itu dibutuhkan oleh setiap umat
manusia.
Islam adalah
solusi. Solusi segala permasalahan di dunia ini dengan kesempurnaan ajarannya (syumul).
Kesempurnaan ajaran Islam dapat ditelaah dari sumber aslinya, yaitu Alquran dan
Sunnah yang mengatur pola kehidupan manusia, mulai dari hal terkecil hingga
terbesar baik ekonomi, sosial, politik, hukum, ketatanegaraan, budaya, seni,
akhlak/etika, keluarga, dan lain-lain. Bahkan, bagaimana cara membersihkan
najis pun diatur oleh Islam.
Ajaran Islam merupakan rahmatan
lil 'alamin (rahmat bagi semesta alam), artinya Islam selalu
membawa kedamaian, keamanan, kesejukan, dan keadilan bagi seluruh makhluk hidup
yang berada diatas dunia. Islam tidak memandang bentuk atau rupa seseorang dan
membedakan derajat atau martabat manusia dalam level apapapun. Islam
menghormati dan memberikan kebebasan kepada seseorang untuk menganut suatu
keyakinan atau agama tanpa memaksakan ajaran Islam tersebut dijalankan (laa
ikrahaa fiddiin).
Islam bukanlah semata agama (a
religion) namun juga merupakan sistem politik (a political sistem),
Islam lebih dari sekedar agama. Islam mencerminkan teori-teori
perundang-undangan dan politik. Islam merupakan sistem peradaban yang
lengkap, yang mencakup agama dan Negara secara bersamaan. Dalam hal politik
Islam mengatur bagaimana seorang pemimpin harus bersikap terhadap rakyatnya.
Dan bagi seorang pemimpin ada pertanggung jawaban atas apa yang telah dilakukan
terhadap rakyatnya di akirat nanti. Ada batas-batasan yang diberikan terhadap
seorang pemimpin.
B. Politik yang Dilakukan
Rasulullah SAW
Nabi Muhammad SAW adalah seorang
politikus yang bijaksana. Di Madinah beliau membangun Negara Islam yang pertama
dan meletakkan prinsip-prinsip utama undang-undang Islam. Nabi Muhammad pada
waktu yang sama menjadi kepala agama dan kepala Negara.
Pertama, sebelum diangkat sebagai nabi dan
rasul. Nabi Muhammad SAW ber-tahanuts di Gua Hira. Namun, setelah
dipilih sebagai utusan Allah, Beliau langsung diperintahkan untuk memberikan
peringatan di tengah-tengah masyarakat mulai dari keluarga terdekat dan
kawan-kawannya. Nabi Muhammad SAW pun menyebarkan dakwah di tengah-tengah
mereka.
Kedua, Rasulullah SAW melakukan
pemantapan akidah. Sejak awal, Nabi Muhammad SAW memproklamirkan: Lâ
ilâha illâ Allâh, Muhammad Rasûlullâh. Dengan syahadat tersebut berarti
tidak ada yang wajib disembah, diibadahi dan dipatuhi selain Allah SWT. Menaati
Allah SWT haruslah dengan mengikuti utusan-Nya, Muhammad SAW. Jadi, syahadat
merupakan pengingkaran terhadap thâghût serta keimanan kepada
Allah dan Rasul.
Ketiga, dakwah Nabi Muhammad SAW
menyerukan pengurusan masyarakat (ri‘âyah syu’ûn al-ummah). Ayat-ayat
Makiyyah banyak mengajari akidah seperti takdir, hidayah dan dhalâlah (kesesatan),
rezeki, tawakal kepada Allah, dll.
Ratusan ayat al-Quran dan hadits di
Makkah dan Madinah diturunkan kepada Nabi tentang pengaturan masyarakat di
dunia. Misal: jual-beli, sewa-menyewa, wasiat, waris, nikah dan talak, taat
pada ulil amri, mengoreksi penguasa sebagai seutama-utama jihad, makanan dan
minuman, pencurian, hibah dan hadiah kepada penguasa, pembunuhan, pidana,
hijrah, jihad, dll. Semua ini menegaskan bahwa apa yang didakwahkan Nabi Muhammad
SAW bukan hanya persoalan ritual, spiritual dan moral. Dakwah Nabi Muhammad SAW
berisi juga tentang hal-hal pengurusan masyarakat. Artinya, dilihat dari isinya
dakwah Rasulullah SAW juga bersifat politik.
Keempat, Rasulullah melakukan pergulatan pemikiran.
Pemikiran dan pemahaman batil masyarakat Arab kala itu dikritisi. Terjadilah
pergulatan pemikiran. Akhirnya, pemikiran dan pemahaman Islam dapat
menggantikan pemikiran dan pemahaman lama. Konsekuensinya, hukum-hukum yang
diterapkan di masyarakat pun berubah. Rasulullah SAW dengan al-Quran menyerang
kekufuran, syirik, kepercayaan terhadap berhala, ketidakpercayaan akan Hari
Kebangkitan, dll. Hikmah, nasihat, dan debat secara baik terus dilakukan oleh
Nabi saw
Jelas, ini merupakan aktivitas
politik karena merupakan aktivitas ri‘âyah syu’ûn al-ummah,
mengurusi urusan rakyat.
Kelima, para pembesar Quraisy banyak
menzalimi rakyat, kasar, menghambur fitnah, dan banyak bersumpah tanpa
ditepati. Rasulullah SAW dengan tegas menyerang mereka karena
kesombongan dan penentangan mereka. Di antara pembesar yang diserang langsung
oleh Beliau adalah Abu Lahab dan istrinya (Ummu Jamil). Sementara itu, Walid
bin Mughirah diserang dengan menyebutkan ciri, perilaku, dan tindakannya
terhadap masyarakat.
Selain itu, Nabi Muhammad
SAW menyampaikan wahyu dari Allah yang berisi pembongkaran terhadap
tipudaya para penguasa Quraisy itu (QS ath-Thariq [86]: 15-17; al-Anfal [8]:
30). Semua ini merupakan perjuangan politik. Arahnya adalah menghentikan
kezaliman pembesar terhadap rakyatnya, seraya menyerukan Islam sebagai keadilan
yang menggantikannya.
Keenam, Nabi saw. menentang
hubungan-hubungan rusak di masyarakat dan menyerukan Islam sebagai gantinya.
Pada saat itu, kecurangan dalam takaran dan timbangan sudah merupakan hal
lumrah dalam jual-beli. Sistem masyarakat yang diterapkan penguasa/pembesar
kala itu membiarkan pembunuhan terhadap anak-anak karena takut miskin, khawatir
tidak terjamin makan dan kehidupannya. Rasul saw. justru berteriak lantang
bahwa tindakan tersebut adalah dosa besar. Beliau menyerukan: tidak perlu takut
dan khawatir miskin karena Allahlah yang mengatur rezeki. Perzinaan pun
merajalela.
Ketujuh, setelah berhijrah dari Makkah ke
Madinah, Beliau mendirikan institusi politik berupa negara Madinah. Beliau
langsung mengurusi urusan masyarakat. Misal: dalam bidang pendidikan Beliau
menetapkan tebusan tawanan Perang Badar dengan mengajari baca-tulis kepada
sepuluh orang kaum Muslim pertawanan. Dalam masalah pekerjaan Nabi saw.
mengeluarkan kebijakan dengan memberi modal dan menyediakan lapangan pekerjaan
berupa pencarian kayu bakar untuk dijual (HR Muslim dan Ahmad). Nabi Muhammad
SAW. pernah menetapkan kebijakan tentang lebar jalan selebar tujuh hasta (HR
al-Bukhari). Beliau juga mengeluarkan kebijakan tentang pembagian saluran air
bagi pertanian (HR al-Bukhari dan Muslim). Begitulah, Nabi saw. sebagai kepala
pemerintahan telah memberikan arahan dalam mengurusi masalah rakyat.
Berdasarkan perilaku dakwah Nabi
saw. dan para Sahabatnya di atas, jelaslah, dakwah Beliau tidak sekadar
mencakup ritual, spiritual dan moral. Dakwah Beliau juga bersifat politik,
yakni mengurusi urusan umat dengan syariah. Karenanya, dakwah Islam haruslah
diarahkan seperti yang dilakukan Beliau. Politik tidak dapat dan tidak boleh
dipisahkan dari Islam. Politik yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW adalah
politik yang membawa rakyat ke arah yang lebih
baik.
C. Penjelasan Qs. An-Nisa ayat
59
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ
تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ
فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ
وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ
خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan Ulil
Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa: 59)
Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu
‘Abbas, ia berkata tentang firman-Nya, “Taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan
Ulil Amri di antara kamu.” Ayat ini turun berkenaan dengan ‘Abdullah bin
Hudzafah bin Qais bin ‘Adi, ketika diutus oleh Rasulullah di dalam satu pasukan
khusus. Demikianlah yang dikeluarkan oleh seluruh jama’ah kecuali Ibnu Majah.
Dalam hadits di atas, Rasulullah SAW
sudah memberi batasan kepada kita, bahwasannya ketaatan hanya pada yang ma’ruf,
dan bukannya pada yang tidak ma’ruf. Ayat juga ini disebutkan oleh ulama
sebagai hak para pemimpin yang menjadi kewajiban rakyat. Sedangkan pada ayat
sebelumnya QS. An-Nisa': 58, sebagai hak rakyat yang menjadi kewajiban para
pemimpin. Yaitu agar para pemimpin menunaikan amanat kepemimpinan dengan
sebaik-baiknya. Memberikan hak kepada yang berhak menerimanya, dan memutuskan
hukum di antara rakyatnya dengan seadil-adilnya.
Allah SWT menjelaskan bahwa
ciri-ciri utama Ulil Amri Minkum yang sebenarnya ialah komitmen untuk selalu
mengembalikan segenap urusan yang diperselisihkan kepada Allah (Al Qur'an) dan
Rasul (sunnahnya). Para pemimpin sejati di antara orang-orang beriman tidak
mungkin akan rela menyelesaikan berbagai urusan kepada selain Al-Qur’an dan Sunnah
Ar-Rasul.
Ibnu Qayyim meneruskan dalam
kitabnya tersebut, bahwasannya makna taat kepada Ulil Amri adalah bertaqlid
kepada apa yang mereka fatwakan. Akan tetapi hal yang tidak dimengerti oleh
orang-orang yang taqlid adalah bahwa Ulil Amri-seharusnya-hanya ditaati apabila
tidak keluar dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Para ulama dalam hal ini
hanya berfungsi sebagai mediator (penyampai perintah dari Allah dan Rasul-Nya
kepada umat), sementara Umara memegang peranan sebagai fasilitator demi kelancarannya.
Oleh karena itu, ketaatan kepada mereka merupakan bagian dari ketaatan kepada
Allah dan Rasul.
D. Hadits
Tentang Politik
Hal mengenai politik tidak hanya
diatur dalam Al-quran saja tapi ada beberapa hadits yang mengaturnya yaitu:
1.
Pemimpin suatu kaum adalah pengabdi
(pelayan) mereka. (HR. Abu Na'im). Rasulullah Saw berkata kepada Abdurrahman bin Samurah,
"Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau menuntut suatu jabatan. Sesungguhnya
jika diberi karena ambisimu maka kamu akan menanggung seluruh bebannya. Tetapi
jika ditugaskan tanpa ambisimu maka kamu akan ditolong mengatasinya." (HR.
Bukhari dan Muslim)
2.
Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi suatu kaum maka
dijadikan pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang bijaksana dan dijadikan ulama-ulama
mereka menangani hukum dan peradilan. Juga Allah jadikan harta-benda ditangan
orang-orang yang dermawan. Namun, jika Allah menghendaki keburukan bagi suatu
kaum maka Dia menjadikan pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang berakhlak
rendah. DijadikanNya orang-orang dungu yang menangani hukum dan peradilan, dan
harta berada di tangan orang-orang kikir. (HR. Ad-Dailami)
3.
Kami tidak mengangkat orang yang
berambisi berkedudukan. (HR. Muslim)
4.
Ada tiga perkara yang tergolong
musibah yang membinasakan, yaitu:
a.
Seorang penguasa bila kamu berbuat
baik kepadanya, dia tidak mensyukurimu dan bila kamu berbuat kesalahan dia
tidak mengampuni.
b.
Tetangga apabila melihat kebaikanmu
dia pendam (dirahasiakan atau diam saja) tapi bila melihat keburukanmu dia
sebarluaskan
c.
Isteri bila berkumpul dia
mengganggumu (diantaranya dengan ucapan dan perbuatan yang menyakiti) dan bila
kamu pergi (tidak di tempat) dia akan mengkhianatimu. (HR. Ath-Thabrani)
5.
Allah melaknat penyuap, penerima suap dan yang memberi
peluang bagi mereka. (HR. Ahmad)
6.
Akan datang sesudahku penguasa-penguasa yang memerintahmu.
Di atas mimbar mereka memberi petunjuk dan ajaran dengan bijaksana, tetapi
bila telah turun mimbar mereka melakukan tipu daya dan pencurian. Hati mereka
lebih busuk dari bangkai. (HR. Ath-Thabrani
7.
Jabatan (kedudukan) pada
permulaannya penyesalan, pada pertengahannya kesengsaraan (kekesalan hati) dan
pada akhirnya azab pada hari kiamat. (HR. Ath-Thabrani)
8.
Aku mendengar Rasulullah Saw
memprihatinkan umatnya dalam enam perkara:
a. Diangkatnya anak-anak sebagai pemimpin
(penguasa).
b. Terlampau banyak petugas keamanan.
c. Main suap dalam urusan hokum.
d. Pemutusan silaturahmi dan meremehkan
pembunuhan.
e. Generasi baru yang menjadikan Al Qur'an
sebagai nyanyian.
9.
Sesungguhnya umatku tidak akan
bersatu dalam kesesatan. Karena itu jika terjadi perselisihan maka ikutilah
suara terbanyak. (HR. Anas bin Malik)
E. Norma Politik dalam Islam
Dalam pelaksanaan politik, Islam
juga memiliki norma-norma yang harus diperhatikan. Norma-norma ini merupakan
karakteristik pembeda politik Islam dari system poltik lainnya. Diantara
norma-norma itu ialah :
1. Poltik
merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan, bukan dijadikan sebagai
tujuan akhir atau satu-satunya.
2. Politik
Islam berhubungan dengan kemashlahatan umat.
3. Kekuasaan
mutlak adalah milik Allah.
4. Manusia
diberi amanah sebagai khalifah untuk mengatur ala mini secara baik.
5. Pengangkatan
pemimpin didasari atas prinsip musyawarah.
6. Ketaatan
kepada pemimpin wajib hukumnya setelah taat kepada Allah dan Rasul .
7. Islam
tidak menentukan secara eksplisit bentuk pemerintahan Negara.
Prinsip-Pinsip Politik dalam Pandangan
Islam
1. Prinsip-prinsip
dasar politik Islam
a. Tauhid
berarti mengesakan Allah SWT selaku pemilik kedaulatan tertinggi.
Pandangan Islam terhadap kekuasaan
tidak terlepas dari ajaran tauhid bahwa penguasa tertinggi dalam kehidupan
manusia, termasuk dalam kehidupan politik dan bernegara adalah Allah SWT
(QS.5:18)
b. Risalah
merupakan medium perantara penerimaan manusia terhadap hukum-hukum Allah SWT.
Manusia baik dia pejabat pemerintah
atau rakyat jelata adalah Khalifah-Nya, mandataris atau pelaksana amanah-Nya
dalam kehidupan ini (QS.2:30).
c. Khalifah
berarti pemimpin atau wakil Allah di bumi.
Pemerintahan baru wajib di patuhi
kalau politik dan kebijaksanaannya merujuk kepada Al-Quran dan hadist atau
tidak bertentangan dengan keduanya.
Prinsip-prinsip dasar siasyah dalam Islam meliputi antara lain :
1. Musyawarah.
2. Pembahasan
Bersama.
3. Tujuan
bersama, yakni untuk mencapai suatu keputusan.
4. Keputusan
itu merupakan penyelesaian dari suatu masalah yang dihadapi bersama.
5. Keadilan.
6. Al-Musaawah
atau persamaan.
7. Al-hurriyyah
(kemerdekaan/kebebasan).
8. Perlindungan
jiwa raga dan harta masyarakat .
2. Prinsip-prinsip
politik luar negeri dalam Islam (Siasah Dauliyyah)
Dalam Al-Quran, ditemui beberapa
prinsip politik luar negeri dalam Islam, yaitu :
a. Saling
menghormati fakta-fakta dan traktat-traktat, QS.8:58, QS.9:4, QS.16:91,
QS.17:34.
b. Kehormatan
dan Integrasi Nasional, QS.16:92
c. Keadilan
Universal (Internasional), QS. 5:8.
d. Menjaga
perdamaian abadi, QS.5:61.
e. Menjaga
kenetralan negara-negara lain, QS.4:89,90.
f. Larangan
terhadap eksploitasi para imperialis, QS.6:92.
g. Memberikan
perlindungan dan dukungan kepada orang-orang Islam yang hidup di negara lain,
QS.8:72.
h. Bersahabat
dengan kekuasaan-kekuasaan netral, QS.60:8,9.
i. Kehormatan
dalam hubungan Internasional, QS.55:60.
j. Persamaan
keadilan untuk para penyerang, QS.2:195, QS.16:126, dan QS.42:40.
Syarat Kepemimpinan Politik dalam Islam
Kepemimpinan politik dalam Islam
harus memenuhi syarat-syarat yang telah digariskan oleh ajaran agama.
Penjelasan itu terdapat dalam surat An-Nisa’,(4):58-59. Pada ayat
itu disimpulkan bahwa terdapat beberapa syarat kepemimpinan politik dalam Islam
antara lain;
1. Amanah
yaitu bertanggung jawab dengan tugas dan kewenangan yang diemban
2. Adil
yaitu mampu menempatkan segala sesuatu secara tepat dan proporsional
3. Taat
kepada Allah dan Rasul
4. Menjadikan
quran dan sunnah sebagai referensi utama.
Peranan
Agama dalam Mewujudkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Agama
memberikan penerangan kepada manusia dalam hidup bersama termasuk dalam bidang
politik atau bernegara. Penerangan itu antara lain.
1. Perintah untuk bersatu
Islam melalui
Al-Quran menganjurkan agar antar kelompok, antar golongan maupun antar partai
saling melakukan ta’aruf (perkenalan). Allah berfirman:

Artinya :
“
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal “. (
QS. Al Hujurat : 13 ).
Pemahaman
terhadap Al-Quran surat al-Hujarat ayat 13 menunjukkan bahwa manusia diciptakan
bersuku-suku, dan surat al-Mukminun ayat 52 menjelaskan bahwa manusia adalah
umat yang satu. Ini berarti berbagai suku, berbagai golongan, berbagai
kelompok, termasuk di dalamnya kelompok politik atau yang lainnya supaya tetap
bersatu. Pengikat persatuan adalah takwa. Karakter takwa antara lain menjalankan
semua perintah Allah sejauh yang diketahui dan menjauhi larangan-Nya. Jadi,
ukurannya gampang kalau orang itu takwa pasti iman dan senang bersatu dan
menjaga persatuan dan kesatun.
2. Larangan untuk saling curiga
Islam melarang kepada semua orang
baik dalam kapasitasnya sebagai individu, sebagai kelompok sosial, maupun
kelompok-kelompok yang lain termasuk kelompok politik untuk saling curiga,
saling melecehkan atau yang semakna dengannya. Allah berfirman:

Artinya :
“ Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan
janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama
lain. Adakah
seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang “. ( QS. Al Hujurat
: 12 ).
Dengan
demikian, terhadap orang lain atau kelompok lain haruslah saling mengembangkan husnuzhan (berprasangka
baik). Kalau masing-masing kelompok saling menaruh husnuzhan tentu
akan mempererat hubungan mereka sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 13 surat al-Hujarat
tersebut.
Akibatnya dari pelecehan, pasti timbul saling mencurigai di
antara mereka. Saling curiga tentu mudah menigkat menjadi disintegrasi bahkan
konflik di antara mereka. Sebagai bangsa akan menjadi lemah jika elemen-elemen
di dalamnya saling mencurigai dan bertikai. Itulah sebabnya Allah melarang umat
yang saling bercerai berai.
Sebaliknya orang yang tetap
istikamah dalam kesatuan umat, mereka itulah sebagai orang yang mempererat
petunjuk ilahi dan dapat merasakan kenikmatan bersaudara (bersatu). Mencermati
perintah Allah agar kita bersatu dan larangan-Nya untuk bercerai berai itu
ternyata akibatnya kembali kepada manusia itu sendiri. “Bersatu kita teguh
bercerai kita runtuh” merupakan kesimpulan padat dari perintah untuk bersatu
dan larangan bercerai.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil kajian diatas maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
Agama itu sangat penting disegala
aspek kehidupan umat manusia selain itu agama juga berperan untuk menenangkan
jiwa dan raga. Salah satunya adalah dalam hal politik. Contoh dari politik
yang berdasarkan agama adalah politik yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Politik yang digunakan oleh Rasulullah SAW adalah poltik yang membawa
kebahagiaan bagi umat yang dipimpinnya. Jika seseorang pemimpin politik
berlandaskan agama dalam hal ini agama Islam dan yang menjadi landasan dalam
memimpin rakyatnya adalah Al-quran dan hadist maka pemimpin tersebut
tidak akan menindas rakyatnya. Dikarenakan ia telah mengetahui norma-norma
berpolitik dalam Islam dan aturan-aturan berpolitik dalam Islam
B. Saran
Berkenaan
dengan pentingnya penguasaan memahami kontribusi
agama dalam kehidupan politik. Khususnya pendidik harus mampu :
a. Menjelaskan
pentingnya Agama dalam kehidupan berpolitik
b. Memberikan
contoh pemimpin yang sesuai dengan kaidah Agama.
c. Menerapkan Suri
Tauladan yang dicantumkan Dalam Hadits.
d. Berpolitik
sesuai dengan norma-norma berpolitik dalam Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Alquranonline.com
Anonym. 2012. Memahami Kontribusi
Agama Dalam Kehidupan Politik, Berbangsa dan Bernegara.http://pgs.nul.is.
Meutia.2010. Makalah
Agama Tentang Politik Islam. http://meutzolkin.blogspot.com
Muda,
Ahmad A.K. 2006. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.Jakarta: Reality
Publisher
MR
Kurnia. 2002 Al-Jamaah, Tafarruq dan Ikhtilaf. Bogor: Al Azhar
Press
Nurcholish
Madjid. 1999. Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi. Jakarta:
Paramadina
Tidak ada komentar:
Posting Komentar