Jumat, 09 September 2016

MAKALAH NILAI NILAI MORAL DAN KEPRIBADIAN



KATA PENGANTAR
Puji syukur kita atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul Nilai nilai moral dan kepribadian”. Kami  menyadari, banyak kekurangan yang ditemukan dalam penulisan makalah ini, sehingga kami dengan tangan terbuka menerima kritikan dan saran untuk kebaikan makalah ini. 
            Kami juga memohon maaf seandainya terjadi kesalahan yang sengaja ataupun yang tidak disengaja terjadi dalam penulisan makalah.

                                                                                                Padang ,   3 September 2014



                                                                                                Penulis














DAFTAR ISI
















       BAB I
PENDAHULUAN
   A.   LATAR BELAKANG

Agama merupakan sistem kepercayaan yang meliputi tata cara peribadatan hubungan manusia dengan sang mutlak, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam lainnya sesuai dengan kepercayaan tersebut. Berdasarkan klasifikasi manapun diyakini bahwa agama memiliki peranan signifikan bagi kehidupan manusia, disebabkan agama terdapat seperangkat nilai yang menjadi pedoman dan pegangan manusia. Salah satunya adalah dalam hal moral.  Moral adalah sesuatu yang berkenaan dengan baik dan buruk.
Tak jauh berbeda dengan moral hanya lebih sepesifik adalah budi pekerti. Akhlak merupakan perilaku dilakukan tanpa banyak pertimbangan tentang baik dan buruk. Adapun etika atau ilmu akhlak kajian sistematis tentang baik dan buruk, bisa juga dikatakan bahwa etika merupakan ilmu tentang moral. Hanya saja perbedaan etika dan ilmu akhlak (etika islam) bahwa pertama hanya berdasar pada akal, sedangkan disebut terakhir berdasarkan pada wahyu, akal hanya membantu terutama pada perumusan.

    B.     RUMUSAN MASALAH

1.    Apa yang di maksud dengan moral?
2.    Mengapa agama di jadikan sebagai sumber moral?
3.    Apakah yang di maksud dengan kepribadian?
4.    Apa saja teori kepribadian?
5.    Apa saja tipe-tipe kepribadian?
6.    Bagaimana hubungan kepribadian dengan sikap keagamaan?







     C.    TUJUAN
1.      Mampu menjelaskan pengertian moral
2.      Mampu menjelaskan agama sebagai sumber moral
3.      Mampu menjelaskan pengertian kepribadian
4.      Mampu menjelaskan teori kepribadian
5.      Mampu menjelaskan tipe-tipe kepribadian
6.      Mampu menjelaskan hubungan kepribadian dengan sikap keagamaan






















BAB II
PEMBAHASAN
A.   PENGERTIAN MORAL
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata moral yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata etika, maka secara etimologis, kata etika sama dengan kata moral karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata etika, maka rumusan arti kata moral adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu etika dari bahasa Yunani dan moral dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik.
Moralitas (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan moral, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang moralitas suatu perbuatan, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.

B.     AGAMA SEBAGAI SUMBER MORAL

1.      Pengertian agama
Agama sudah menjadi bahasa Indonesia, secara etimologi berasal dari bahasa Sanksekerta terdiri dari kata a artinya tidak, gama artinya kacau, agama berarti tidak kacau. Sebagian lain mengatakan a adalah cara, gama adalah jalan, agama berarti cara jalan, maksudnya cara berjalan untuk menempuh keridhaan Tuhan.
Dalam bahasa inggris agama disebut religion, berasal dari bahasa latin leregele artinnya mengumpulkan,membaca. Relegion mengandung pengertian kumpulan cara-cara peribadatan yang terdapat dalam kitab suci yang harus dibaca.
Dalam bahasa arab agama adalah din yang secara etimologis memiliki arti balasan atau pahala, ketentuan, kekuasaan, pengaturan, perhitungan, taat, patuh dan kebiasaan. Agama memang membawa peraturan, hukum yang harus dipatuhi, menguasai dan menuntut untuk patuh kepada Tuhan dengan menjalankan ajarannya, membawa kewajiban yang jika tidak dilaksanakan akan menjadi hutang yang akan membawa balasan baik kepada yang taat memberi balasan buruk kepada yang tidak taat.
Secara terminologis, Hasby as-siddiqi mendefinisikan agama sebagai dustur (undang-undang) ilahi yang didatangkan Allah untuk menjadi pedoman hidup dan kehidupan manusia didunia untuk mencapai kerajaan dunia dan kesejahteraan akhirat. Agama adalah peraturan Tuhan yang diberikan kepada manusia yang berisi sistem kepercayaan, sistem penyembahan dan sistem kehidupan manusia untuk mencapai kebahagiaan didunia dan diakhirat.
Menurut endang saefudin anshari (1990) Agama meliputi sistem kredo kepercayaan atas adanya sesuatu yang mutlak diluar manusia, sistem ritus tatacara peribadatan manusia kepada yang mutlak dan sistem norma atau tata kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan dengan alam lainnya sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan tersebut.
2.      Hubungan agama dengan moral
Berbicara tentang moral asosiasinya akan tertuju pada penentuan baik dan buruk sesuatu. Dengan rasio atau tradisi dapat juga dengan lainnya seseorang dapat menentukan baik atau buruk.
Aliran rasionalisme berpendapat bahwa rasiolah yang menjadi sumber moral bukanlah yang lain. Yang menentukan baik dan buruknya sesuatu adalah akal dan pikiran manusia semata.
Aliran hedonisme berpendapat bahwa sumber kebaikan dan keburukan adalah kebahagiaan. Sesuatu dikatakan baik jika mendatangkan kebahagiaan dan sebaliknya sesuatu dikatakan buruk jika mendartangkan keburukan. Kebahagiian yang dimaksud adalaj kebahagiaan individu aliran ini disebut egoistik hednisme, aliran ini antara lain digagas oleh Epicurus (341-270).
Adalagi aliran hedoisme universal yang berpandangan bahwa kebaikan dan keburukan diukur oleh kebahagiaan. Aliran ini digagas oleh John Stuart Mill (1806-1873). Ia mengatakan ebaikan tertinggi (summmun bonum), adalah utility is happiness for the greates number of sentimen being (kebahagiaan untuk jumlah kebanyakan manusia yang sebesar-besarnya).
Aliran tradisionalisme berpendapat bahwa sumber kebaikan atau keburukan adalah tradisi atau adat istiadat. Karena peradaban Barat mengalami trauma historis berkenaan dengan agama, maka peradaban Barat berusaha menyingkirkan agama dalam kehidupan mereka. Agama tidakhanya sekedar ritual peribadatan semata-mata, diluar itu agama tidak berperan apa-apa. Sumber utama moral adalah akal dengan variasi yang berbeda satu sama lain, karena akal manusia terbatas dan relatif manusia moderen kehilangan pegangan mutalk. Dalam kondisi demikian, ia mengalami risis moral yang dalam bentuknya ekstrim berakhir dengan bunuh diri. Dalam hubungannya dengan ini Muhammad Qhutb menulis, janganlah mudah kita ditipu oleh gagasan yang canggih dan tidak tahu persoalan sebenarnya, sebab sepanjang moral telah diputuskan ikatannya dengan akidah terhadap Allah, maka tidak akan kokoh (kuat) berpijak dimuka bumi ini serta memiliki tempat bergantung terhadap akibat-akibat yang mengiringinya.
Atas dasar itulah, maka agama memiliki peranan penting usaha dalam mengahpus krisis moral tersebut dengan menjadikan agama sebagai sumber moral. Allah SWT telah memberikan agama sebagi pedoman dalam menjalani kehidupan didunia ini agar mendapat kebahagiaan sejati, salah satunya adalah pedoman moral. Melalui kitab suci dan para rosul, Allah telah mejelaskan prinsip-prinsip moral yang harus dijadian pedoman oleh umat manusia. Dalam konteks islam sumber moral itu adalah Al-Quran dan Hadist.
Mukti Ali mantan mentri agam pernah menyatakan, ‘agama menurut kami antar lain memberi petunjuk bagaimana moral itu harus dijalankan, agamalah yang memberikan hukum-hukum moral. Dan karenanya agamalah sanksi terakhir bagi semua tindakan moral, sanksi agamalah yang membantu dan mempertahankan cita-cita etik.’
Hamka menyatakan bahwa ‘agama ibarat tali kekang, yaitu talikekang dari penguburan pikiran (yang liar / binar), tali kekang dari penguburan hawa nafsu (yang angkara murka), tali kekang daripada ucapan dan perilaku (yang keji).
Menurut kesimpulan A.H. Muhaimin dalam bukunya Cakrawala Kuliah Agama bahwa ada beebrapa hal yang patut dihayati dan penting dari agama, yaitu :
1. Agama itu mendidik manusia menjadi tentram, damai, tabah dan tawakal,     ulet serta percaya pada diri sendiri.
2.  Agama itu dapat membentuk dan mencetak manusia menjadi, berani berjuang menegakan kebenaran dan keadilan dengan kesiapan mengabdi dan berkorban, serta sadar, enggan dan takut untuk melakukan pelanggaran yang menuju dosa dan noda.
3.  Agama memberi sugesti kepada manusia agar dalam jiwanya tumbuh sifat-sifat mulia dan terpuji, penyantun, toleransi dan manusiawi.
Karena itu, menempatankan agama pada posisi semula bisa menjadi penawar kebingungan manusia moderen. Moral yang bersumber agama bersifat mutlak, permanen, eternal dan universal. Nilai-nilai moral dalam islam berlaku untuk semua orang dan semua tempat tanpa memandang tanpa memandang latar belakang etnis kesukuan, kebangsaan, dan sosial kultural.
C.    MANFAAT MORAL DALAM KEHIDUPAN
1.    Menjadikan insan yang lebih taqwa kepada Allah.
2.    Dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
3.    Memperbaiki tingkah laku manusia untuk menjadi pribadi yang baik.
4.    Mengetahui dampak positif  hidup rukun  dalam kehidupan.
5.    Memahami pentingnya arti persatuan di dalam kehudupan.
6.    Menumbuhkan kesadaran pribadi untuk membentuk nuansa  kebersamaan dalam kehidupan sosial.
D.    PENGERTIAN DAN TEORI KEPRIBADIAN
Sebelum melangkah lebih jauh mengenai hubungan  kepribadian dengan sikap keagamaan, secara berurutan akan dikemukakan dahulu hal-hal yang menyangkut dengan kepribadian. Kata personality dalam bahasa inggris berasal dari bahasa Yunani kuno prosopon atau persona, yang artinya ‘topeng’ yang biasa dipakai artis dalam teater.
Personality mempunyai sinonim yang sangat banyak dalam aplikasinya. Namun ketika semua istilah tersebut dipakai dalam psikologi mempunyai arti atau ma’na yang berbeda-beda.
Istilah yang berdekatan maknanya itu antara lain:
1.      Personality (kepribadian) penggambaran tingkah laku secara diskriptif tanpa memberi nilai (devaluative).
2.      Character (karakter), penggambaran tingkah laku dengan menonjolkan nilai (benar-salah, baik buruk) baik secara eksplisit maupun implisit.
3.      Diposition (watak), karakter yang telah lama dimiliki dan sampai sekarang belum berubah.
4.      Temperamen (temperamen); kepribadian yang berkaitan erat dengan determinan biologik atau fisiologik, diposisi hereditas.
5.      Traits (sifat); respon yang senada (sama) terhadap sekelompok stimuli yang mirip, berlangsung dalam kurun waktu yang (relatif) lama.
6.      Type-attribute (ciri); mirip dengan sifat, namun dalam kelompok stimuli yang lebih terbatas.
7.      Habit (kebiasaan) respon yang sama cenderung berulang untuk stimulus yang sama pula.
Dalam berbagai kata yang mempunyai pengertian yang hampir sama, para psikolog kemudian membuat definisi tersendiri menurut pengetahuan mereka masing-masing, antara lain:
Allport mengemukakan kepribadian adalah organisasi-organisasi dinamis dari sistem-sistem psikofisik dalam individu yang turut menentukan cara-caranya yang unik atau khas dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Koentjaraningrat (1980) menyebut kepribadian atau personality sebagai “susunan unsur-undur akal dan jiwa yang menentukan perbedaan tingkah laku atau tindakan dari tiap-tiap individu manusia.

Hartmannmenyebutkan kepribadian adalah Susunan yang terintegrasikan dari ciri-ciri umum seseorang individu sebagaimana dinyatakan dalam corak khas yang tegas diperlihatkannya kepada orang lain.
Dari seluruh definisi yang telah dikemukakan diatas Wetherington menyimpulkan bahwa kepribadian mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
  • Manusia karena keturunannya mula sekali hanya merupakan individu dan kemudian barulah merupakan suatu pribadi karena pengaruh belajar dan lingkungan sosialnya.
  • Kepribadian adalah istilah untuk menyebutkan tingkah laku seseorang secara terintegrasikan dan bukan hanya beberapa aspek saja dari keseluruhan itu.
  • Kata kepribadian menyatakan pengertian tertentu saja yang ada pada pikiran orang lain dan isi pikiran itu ditentukan oleh nilai perangsang sosial seseorang.
  • Kepribadian tidak menyatakan sesuatu yang bersifat statis, seperti bentuk badan atau ras, tetapi menyertakan keseluruhan dan kesatuan dari tingkah laku seseorang.
  • Kepribadian tidak bekembang sacara pasif saja, setiap orang mempergunakan kapasitasnya secara aktif untuk menyesuaikan diri kepada lingkungan sosial.
Jadi pada dasarnya dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan pernyataan atau istilah yang digunakan menyebut tingkah laku seseorang yang terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya dari sudut filsafat dikemukakan pendapat:
William Stern Menurut William Stern kepribadian adalah suatu kesatuan yang banyak (Unita Multi Complex) yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu dan mengandung sifat-sifat khusus individu, yang bebas menentukan dirinya sendiri.
Prof Kohnstamm Ia menentang William Stern yang meniadakan kesadaran pada pribadi terutama kepada Tuhan. Menurut Kohnstamm; Tuhan merupakan pribadi yang menguasai alam semesta. Dengan kata lain kepribadian sama artinya dengan teistis (keyakinan). Orang yang berkepribadian menurutnya ialah orang yang berkeyakinan ketuhanan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa dalam pandangan filsafat kepribadian diidentikkan dengan kepercayaan terhadap Tuhan dan keagamaannya.

E.          TIPE TIPE KEPRIBADIAN
Secara garis besarnya pembagian kepribadian manusia ditinjau dari berbagai aspek:
1.      Aspek biologis
Aspek biologis yang mempengaruhi tipe kepribadian seseorang ini didasarkan atas konstitusi tubuh dan bentuk tubuh yang dimiliki seseorang, tokoh-tokoh yang mengemukakan teorinya bedasarkan aspek biologis ini antaranya:
1.1     Hippocrates dan Galenus
Mereka berpendapat, bahwa yang mempengaruhi tipe kepribadian seseorang adalah jenis cairan tubuh yang paling dominan, yaitu:
1.1.1         Tipe choleris

Tipe ini disebabkan cairan empedu kuning yang dominan dalam tubuhnya. Sifatnya agak emosi: mudah marah mudah tersinggung.
1.1.2   Tipe Melancholis
Tipe ini disebabkan cairan empedu hitam yang dominan dalam tubuh nya. Sifatnya agak tertutup : rendah diri, mudah sedih, sering putus asa.
1.1.3Tipe Plegmatis
Tipe ini dipengaruhi oleh cairan lendir yang dominan. Sifat yang dimilikinya agak statis: Lamban, apatis, pasif, pemalas.
 1.1.4Tipe Sanguinis
Tipe ini dipengaruhi oleh cairan darah merah yang dominan. Sifat yang dimilkinya agak aktif, cekatan, periang, mudah bergaul.

1.2       Cretchmer
Dalam membagi tipe wataknya Cretchmer mendasarkan pada bentuk tubuh seseorang, yaitu :
1.2.1 Tipe Astenis (Litosome)
Yaitu tipe orang yang memiliki tubuh tinggi, kurus, dada sempit dan lengan kecil.
1.2.2   Tipe Piknis
Yaitu tipe orang yang memiliki bentuh tubuh gemuk bulat. Sifat yang dimilikinya antaralain : Periang, mudah bergaul dan suka humor.
1.2.3  Tipe Atletis
Yaitu Tipe orang yang memiliki bentuk tubuh tubuh atlit tinggi, kekar dan berotot, sifat-sifat yang dimiliki antara lain: mudah menyesuaikan dri, berpendrian teguh dan pemberani.
1.2.4  Tipe Displastis
Yaitu Tipe manusia yang memiliki bentuk tubuh campuran. Sifat yang dimiliki tipe ini adalah sifat yang mudah terombang ambing oleh situasi sekelilingnya. Oleh karena itu di istilahkan Cretchmer tpe ini adalah tipe orang yang tidak mempunyai ciri kepribadian yang mantab.
1.3      Sheldon
Sheldon membagi tipe kepribadian berdasarkan dominasi lapisan yang berada dalam tubuh seseorang. Berdasar aspek ini ia membagi tipe kepribadian menjadi:
1.3.1 Tipe Ektomorph, yaitu tipe orang yang berbadan kurus tinggi, karena lapisan badan bagian luar yang dominan. Sifatnya antara lain suka menyendiri dan kurang bergaul pada masyarakat.
1.3.2 Tipe Mesomorph, yaitu tipe orang yang berbadan sedang dikarenakan lapisan tengah yang dominan. Sifat orang tipe ini adalah: giat bekerja dan mampu mengatasi sifat agresif.
1.3.3. Tipe Endomorph, yaitu tipe orang yang berbadan gemuk, bulat dan anggota badan yang pendek, karena lapisan dalam tubuhnya yang dominan. Sifat tipe orang ini adalah: kurang cerdas, senang makan, suka dengan kemudahan yang tidak banyak membawa resiko dalam kehidupan.
2.      Aspek Sosiologis
Pembagian ini didasarkan pada pandangan hidup dan kualitas sosial seseorang. Yang mengemukakan teorinya berdasarkan aspek sosiologi ini antara lain:
1.      Edward Spranger.
Ia berpendapat bahwa kepribadian seseorang ditentukan oleh pandangan hidup mana yang dipilihnya. Berdasarkan hal itu ia membagi tipe kepribadian menjadi:
1.1 Tipe Teoritis, Orang yang perhatianya selalu diarahkan kepada masalah teori dan nilai-nilai: ingin tahu, meneliti dan mengemukakan pendapat.
1.2 Tipe Ekonomis, Orang yang perhatianya tertuju kepada manfaat segala sesuatu berdasarkan faidah yang dapat mendatangkan untung rugi
1.3  Tipe Esthetis, Orang yang perhatianya selalu diarahkan kepada masalah-masalah keindahan.
1.4 Tipe Sosial, Orang yang perhatianya selalu diarahkan kepada kepentingan masyarakat dan pergaulan.
1.5 Tipe Politis, Orang yang perhatianya selalu diarahkan kepada kepentingan kekuasaan, kepentingan dan Organisasi.
1.6 Tipe Religius, Orang yang perhatianya selalu diarahkan kepada ketaatan pada agama. Senang dengan masalah-masalah ketuhanan dan keyakinan agama.
2.  Murray
Murray membagi tipe kepribadian:
1)      Tipe Teoritis, yaitu orang yang menyenangi ilmu pengetahuan, berpikir logis dan rasional.
2)      Tipe Humanis, yaitu tipe orang yang memiliki sifat kemanusiaan yang mendalam.
3)      Tipe Sensasionis, yaitu tipe orang yang suka sensasi, berkenalan.
4)      Tipe Praktis yaitu tipe orang yang giat bekerja dan mengadakan praktek. 
3.      Fritz kunkel
Fritz kunkel membagi tipe kepribadian menjadi:
1)      Tipe Sachelichkeit, yaitu tipe orang yang banyak menaruh perhatian terhadap masyarakat.
2)      Tipe Ichhaftigkeit, yaitu tipe orang yang menaruh perhatianya kepada kepentinganya sendiri.
Menurut Fritz kunkel antara Tipe Sachelichkeit dan Tipe Ichhaftigkeit berbanding terbalik. Jika seseorang memiliki Sachelichkeit yang besar maka, Ichhaftigkeit menjadi kecil dan sebaliknya.
3.Aspek Psikologis
Dalam membagi tipe kepribadian berdasarkan tipe psikologis Prof. Heymann mengemukakan, bahwa dalam diri manusia terdapat tiga unsur: emosionalitas, aktifitas dan fungsi sekunder (proses pengiring)
1)   Emosionalitas, merupakan unsur yang mempunyai sifat yang di dominasi oleh emosi yang positif, sifat umumnya adalah: kurang respek terhadap orang lain, perkataan berapi-api, tegas, ingin menguasai, bercita-cita yang dinamis, pemurung suka berlebih-lebihan.
2)   Aktifitas, sifat yang dikuasai oleh aktifitas gerakan, sifat umum yang tampak adalah: lincah, praktis, berpandangan luas, ulet, periang, dan selalu melindungi orang lemah.
3)   Fungsi sekunder (proses pengiring), yaitu sifat yang didominasi oleh kerentanan perasaan, sifat umum yang tampak: watak tertutup, tekun, hemat, tenang dan dapat dipercaya.
                                    Pilihan manusia terhadap dua masalah besar dalam kehidupannya, yaitu "hak" dan "bathil" akan melahirkan perilaku-perilaku tertentu, sesuai dengan karakteristik atau tuntutan yang hak atau bathil tersebut.
Perilaku-perilaku tersebut mengkristal dalam pola-pola tertentu yang satu sama lainnya sangat berbeda. Pola-pola perilaku tertentu yang dimiliki individu dan bersifat konstan atau tetap dapat dikategorikan sebagai tipe kepribadian. Tipe kepribadian dalam kontek Al-Qur'an dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu mukmin (orang yang beriman), kafir(menolak kebenaran) dan munafik (meragukan kebenaran). (Syamsu Yusuf, 2007: 215).
a.         Tipe Mukmin
Tipe kepribadian mukmin mempunyai karakteristik sebagai berikut.
1.      Berkenaan dengan akidah, beriman kepada Allah, malaikat, rasul, kitab, hari akhir, dan qodar
2.      Berkenaan dengan ibadah, melaksanakan rukun islam
3.      Berkenaan dengan kehidupan sosiaL bergaul dengan orang lain secara baik, suka bekerja sama, menyeru kepada kebaikan dan mecegah kemungkaran, suka memaafkan kesalahan orang lain dan dermawan.
4.      Berkenaan dengan kehidupan keluarga: berbuat baik kepada kedua orang tua dan saudara, bergaul yang baik antara suami istri dan anak, memelhara dan membiayai keluarga.
5.      Berkenaan dengan moral: sabar, jujur,adil, qonaah, amanah, tawadlu, istiqomah dan mampu mengendalikan diri dari hawa nafsu.
6.      Berkenaan dengan emosi ; cinta kepada Allah, takut akan azab Allah, tidak putus asa dalam mencari rahmah Allah, senang berbuat kebajikan kepada sesama, menahan marah, tidak angkuh, tidak hasud, atau tidak iri, dan berani dalam mebela kebenaran.
7.      Berkenaan dengan intelektual ; memikirkan alam semesta dan ciptaan Allah yang lainnya, selalu menuntut ilmu, menggunakan pikirannya untuk sustu yang bermakna.
8.      Berkenaan dengan pekerjaan : tulus dalam bekerja dan menyempurnakan
pekerjaan, berusaha dengan giat dalam upaya memperoleh rizki yang halal.
9.      Berkenaan fdengan fisik ; sehat, kuat dan suci/ bersih

b.   Tipe Kafir
Tipe kepribadian kafir mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1.       Berkenaan dengan Akidah; tidak beriman kepada Allah dan rukun iman yang  lainnya
                 2.     Berkenaan dengan ibadah: menolak beribadah kepada Allah
          3.  Berkenaan dengan kehidupan sosial; zalim, ,memusuhi orang yang berimanm, senang mengajak pada kemungkaran,dan melarang kebajikan.
Tipe-tipe Kepribadian Menurut Al-Qur’an
Di antara sedikit orang yang secara serius melakukan tes kepribadian dengan Al-Qur’an adalah Ahnaf bin Qais, seorang tabi’in senior. Muhammad bin Nashr al-Marwazy dalam Mukhtashar Qiyaamul Lail mengisahkan tentang Ahnaf. Suatu kali beilau duduk merenungi firman Allah, “Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat ‘dzikrukum’ (penyebutan tentang dirimu atau) sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?” (QS. Al-Anbiya’: 10)
Tatkala membaca ayat tersebut, beliau bergumam, “Saya akan membaca mushaf al-Qur’an dan mencari ayat yang menyebutkan tentang karakter diriku, hingga aku tahu, tipe orang seperti apa aku, dan kaum mana yang paling mirip dengan diriku.”
Mulailah beliau membaca, dan beliau melewati karakter suatu kaum, “Mereka sedikit sekali tidur. Dan selalu memohon ampunan di waktu pagi sebelum fajar. Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta.” (QS. Adz-Dzariyat: 17-19)
Beliau juga mendapati kaum yang memiliki karakter, “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS.Ali Imran: 134)
Beliau juga melewati kaum yang dipuji oleh Allah dalam firman-Nya, “dan mereka mengutamakan saudaranya atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 9)
Juga kaum yang disebutkan Allah, “Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi  maaf.” (QS. Asy-Syura: 37)
Setelah melewati beberapa kriteria kaum yang dipuji oleh Allah tersebut, beliau berkata, “Allahumma lastu a’rifu nafsi  fi haa’ulaa’i”,  Ya Allah, aku belum mendapati diriku termasuk dalam kriteria kaum-kaum itu.” Ini adalah sikap tawadhu’ beliau, bukan berarti beliau nihil dari kebaikan-kebaikan seperti yang beliau baca. Sebagian kita mungkin ada yang merasa, atau bahkan mengklaim memiliki sebagian karakter kepribadian yang telah disebutkan, meskipun keadaannya jauh di bawah kepribadian Ahnaf bin Qais. Ini dikarenakan, beliau menyadari bahwa ayat-ayat menyebut semua kebaikan tersebut sebagai amal unggulan, bukan sekedar pernah beramal demikian. Yakni orang yang konsisten, rutin dan menjaga kualitas amal yang menjadi amal unggulannya. Karena itu, beliau tidak berani mengklaim diri telah memiliki karakter (sempurna) salah satu dari golongan yang Allah puji dalam Kitab-Nya.
Penasan karena merasa belum mendapatkan kriteria yang pas untuk dirinya, beliau melanjutkan pencariannya dalam al-Qur’an. Beliau melewati karakter manusia yang disebut oleh Allah, “Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: ‘Laa ilaaha illallah’ mereka menyombongkan diri,” (QS. Ash-Shaffat: 35)
Ada lagi kaum yang tatkala ditanya, “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)? Mereka menjawab, ‘Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin.’” (QS. Al-Mudatsir: 42-44)
Setelah beliau membaca beberapa kriteria orang-orang yang celaka tersebut, beliau berkata, “Ya Allah, aku berlepas diri kepada-Mu dari perilaku yang seperti itu.” Beliau memang tidak memiliki kriteria seperti itu, dan beliau takut, dan tidak ingin terjerumus dalam perilaku buruk di atas.
F.     HUBUNGAN KEPRIBADIAN DENGAN SIKAP KEAGAMAAN

1.      Sigmund Freud
Merumuskan sistem kepribadian menjadi tiga sistem. Ketiga sistem itu dinamai id, ego, dan superego. Dalam diri orang yang memiliki jiwa yang sehat ketiga sistem itu bekerja dalam suatu susunan yang harmonis. Segala bentuk tujuan dan segala gerak-geriknya selalu memenuhi keperluan dan keinginan manusia yang pokok.
Sebaliknya, kalau ketiga sitem itu bekerja secara bertentangan satu sama lainnya, maka orang tersebut dinamai sebagai orang yang tak dapat menyesuaikan diri. Ia menjadi tidak puas dengan diri dan lingkungannya. Dengan kata lain, efisiensinya menjadi berkurang.
a.       Id (Das Es)
Sebagai suatu sistem id mempunyai fungsi menunaikan prinsip kehidupan asli manusia berupa penyaluran dorongan naluriah. Dengan kata lain id mengemban prinsip kesenangan (pleasure principle), yang tujuannya untuk membebaskan manusia dari ketegangan dorongan naluri dasar: makan, minum, seks, dan sebagainya.
b.      Ego (Das Es)
Ego merupakan sistem yang berfungsi menyalurkan dorongan id ke keadaan yang nyata. Freud  menamakan misi yang di emban oleh ego sebagai prinsip kenyataan.
c.       Super Ego (Das Uber Ich)
Sebagai suatu sistem yang memiliki unsur moral dan keadilan, maka sebagian besar super ego mewakili alam ideal. Tujuan super ego adalah membawa individu ke arah kesempurnaan sesuai dengan pertimbangan keadilan dan moral.
2.      H. J Eysenck
Menurut Eysenck, kepribadian tersusun atas tindakan-tindakan dan disposisi-disposisi yang terorganisasi dalam susunan hierarkis berdasarkan atas keumuman dan kepentingannya, diurut dari yang paling bawah ke yang paling tinggi adalah:
a.       Specific response, yaitu tindakan yang terjadi pada suatu keadaan atau kejadian tertentu, jadi khusus sekali.
b.      Habitual response mempunyai corak yang lebih umum daripada specific response, yaitu respon yang berulang-ulang terjadi saat individu menghadapi kondisi atau situasi yang sama.
c.       Trait, yaitu terjadi saat habitual respon yang saling berhubungan satu sama lain, dan cenderung ada pada individu tertentu.
d.      Type, yaitu organisasi di dalam individu yang lebih umum dan mencakup lagi.
3.      Sukamto
Menurut pendapat Sukamto M. M. Kepribadian terdiri dari empat sistem/aspek, yaitu:
1.      Qalb (angan-angan kehatian).
2.      Fuad (perasaan/hati nurani/ulu hati)
3.      Ego (aku sebagai pelaksana dari kepribadian)
4.      Tingkah laku (wujud gerakan)
Meskipun ke empat aspek itu masing-masing mempunyai fungsi. Sifat, komponen, prinsip kerja, dan dinamika sendiri-sendiri, namun ke empatnya berhubungan erat dan tidak bisa dipisah-pisahkan.
a.       Qalb
Qalb adalah hati yang menurut istilah kata (terminologis) artinya sesuatu yang berbolak-balik (sesuatu yang lebih), berasal dari kata qalaba, artinya membolak-balikkan. Qalb bisa di artikan hati sebagai daging sekepal (biologis) dan juga bisa berarti ‘kehatian’ (nafsiologis), ada sebuah hadits Nabi riwayat Bukhari/ Muslim berbunyi sebagai berikut:
ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada sekepal daging. Kalau itu baik, baiklah seluruh tubuh. Kalau itu rusak, rusaklah seluruh tubuh”. Itulah qalb.
b.      Fuad
Fuad adalah perasaan yang terdalam dari hati yang sering kita sebut hati nurani (cahaya mata hati) dan berfungsi sebagai penyimpangan daya ingatan. Berbagai rasa yang dialami oleh fuad dituturkan dalam ala-qur’an sebagai berikut;
1.      Fuad bisa bergoncang gelisah (QS Al-Qashash: 10):
“Dan fuad ibu musa menjadi bingung (kosong). Hampir saja ia membukakan rahasia (musa), jika aku tidak meneguhkan hatinya, sehingga ia menjad orang yang beriman. “
2.      Dengan diwahyukannya Al-qur’an kepada Nabi, fuad Nabi menjadi teguh (QS. Al-Furqan:32).
“Dan orang-orang kafir bertanya: “mengapa al-qu’ran tidak diturunkan kepadanya dengan sekaligus”?demikianlah, karena dengan (cara)itu, aku hendak meneguhkan fuadmu, dan aku bacakan itu dengan tertib (sebaik-baiknya).”
3.      Fuad tidak bisa berdusta(QS. Al-Najm:11):
“Fuad tidak berdusta tentang apa yang dilihatnya”
4.      Orang yang zalim hatinya kosong (bingung). (QS. Ibrahim:43)
“Dengan terburu-buru sambil menundukkan kepala, mereka tidak berkedip, tetapi fuadnya kosong(bingung).”
5.      Orang musyrik, fuad dan pandangannya dibolak-balikkan/ digoncang. (QS. Al-An’am :110):
“Aku goncangkan fuad dan pandangan mereka (kaum musyrikin), sebagaimana sejak semula mereka tidak mau beriman dan aku biarkan mereka dalam kedurhakaanya mengembara tanpa arah tertentu.”

c.       Ego
Aspek ini timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan (realistis). Ego atau aku bisa dipandang sebagai aspek eksekutif kepribadian, mengontrol cara-cara yang ditempuh, memilih kebutuhan-kebutuhan, memilih objek-objek yang bisa memenuhi kebutuhan, mempersatukan pertentangan-pertentangan antara qalb, dan fuad dengan dunia luar. Ego adalah derivat dari qalb dan bukan untuk merintanginya. Kalau qalb hanya mengenal dunia sesuatu yang subyektif dan yang objek (dunia realitas). Didalam fungsinya, ego berpegang pada prinsip kenyataan (reality principle). Tujuan prinsip kenyataan ini ialah mencari objek yang tepat (serasi) untuk mereduksikan ketegangan yang timbul dalam orgasme. Ia merumuskan suatu rencana untuk pemuasan kebutuhan dan mengujinya untuk mengetahui apakah rencana itu berhasil atau tidak.
d.      Tingkah laku
Nafsiologi kepribadian berangkat dari kerangka acuan dan asumsi –asumsi subyektif tentang tingkah laku manusia, karena menyadari bahwa tidak seorangpun bisa bersikap objektif sepenuhnya dalam mempelajari manusia. Tingkah laku ditentukan oleh keseluruhan pengalaman yang disadari oleh pribadi. Kesadaran merupakan sebab dari tingkah laku. Artinya, bahwa apa yang difikir dan dirasakan oleh individu itu menentukan apa yang akan dikerjakan. Adanya nilai yang dominan mewarnai seluruh kepribadian seseorang dan ikut serta menentukan tingkah lakunya.

Masalah normal dan abnormal tentang tingkah laku, dalam nafsiologi ditentukan oleh nilai dan norma yang sifatnya universal. Orang yang disebut normal adalah orang yang seoptimal mungkin melaksanakan iman dan amal saleh disegala tempat. Kebalikan dari ketentuan itu adalah abnormal, yaitu sifat-sifat zalim, fasik, syirik, kufur, nifak, dan lain-lain.

4.      Mujib
Menurut mujib, struktur kepribadian perspektif Islam adalah fitrah. Struktur fitrah memiliki tiga dimensi kepribadian :
1.      Dimensi fisik yang disebut dengan fitrah jasmani, tidak bisa membentuk kepribadian sendiri, keberadaannya tergantung pada substansi lain. Keberadaan manusia bukan ditentukan oleh fitrah jasmani, melainkan fitrah nafsani.
2.      Dimensi psikis yang disebut dengan fitrah rohani, meskipun belum menyatu dengan jasmani, namun ia memiliki eksistensi tersendiri di alam arwah. Karena ia telah di alam arwah telah mengadakan perjanjian dg Allah SWT, yang berupa amanat.
3.      Dimensi psikologis yang disebut dengan fitrah nafsani: merupakan psikofisik manusia. Memiliki 3 daya pokok: kalbu, akal, dan nafsu.






BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Agama merupakan sistem kepercayaan yang meliputi tata cara peribadatan hubungan manusia dengan sang mutlak, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam lainnya sesuai dengan kepercayaan tersebut. Moral yang bersumber agama bersifat mutlak, permanen, eternal dan universal. Nilai-nilai moral dalam islam berlaku untuk semua orang dan semua tempat tanpa memandang tanpa memandang latar belakang etnis kesukuan, kebangsaan, dan sosial kultural. Jika dilihat dari maknanya maka persamaan dari moral, akhlak dan etika adalah pada fungsi, sisi sumber dan pada sifatnya.
B.     SARAN
Kita sebagai umat yang beragama islam sebaiknya kita berperilaku dan bermoral yang baik terhadap semua makhluk Allah swt. Agar kita selalu Menjadikan insan yang lebih taqwa kepada Allah swt, dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mampu memperbaiki tingkah laku untuk menjadi pribadi yang baik, dan mengetahui dampak positif  hidup rukun  dalam kehidupan.









DAFTAR PUSTAKA








4 komentar: